Kamis, 20 Mei 2010

EPIDEMIOLOGI

BAB I
DASAR – DASAR EPIDEMIOLOGI

1.1. Pengertian
Epidemilogi berasal dari bahasa Yunani, yaitu (Epi=pada, Demos=penduduk, logos = ilmu), dengan demikian epidemiologi adalah ilmu yang mempelajari hal-hal yang berkaitan dengan masyarakat.

1.2 Definisi
Banyak definisi tentang Epidemiologi, beberapa diantaranya :
a. W.H. Welch
Suatu ilmu yang mempelajari timbulnya, perjalanan, dan pencegahan penyakit, terutama penyakit infeksi menular. Dalam perkembangannya, masalah yang dihadapi penduduk tidak hanya penyakit menular saja, melainkan juga penyakit tidak menular, penyakit degenaratif, kanker, penyakit jiwa, kecelakaan lalu lintas, dan sebagainya. Oleh karena batasan epidemiologi menjadi lebih berkembang.
b. Mausner dan Kramer
Studi tentang distribusi dan determinan dari penyakit dan kecelakaan pada populasi manusia.
c. Last
Studi tentang distribusi dan determinan tentang keadaan atau kejadian yang berkaitan dengan kesehatan pada populasi tertentu dan aplikasi studi untuk menanggulangi masalah kesehatan.
d. Mac Mahon dan Pugh
Epidemiologi adalah sebagai cabang ilmu yang mempelajari penyebaran penyakit dan faktor-faktor yang menentukan terjadinya penyakit pada manusia.
e. Omran
Epidemiologi adalah suatu studi mengenai terjadinya distribusi keadaan kesehatan, penyakit dan perubahan pada penduduk, begitu juga determinannya dan akibat-akibat yang terjadi pada kelompok penduduk.
f. W.H. Frost
Epidemiologi adalah suatu ilmu yang mempelajari timbulnya, distribusi, dan jenis penyakit pada manusia menurut waktu dan tempat.
g. Azrul Azwar
Epidemiologi adalah ilmu yang mempelajari tentang frekuensi dan penyebaran masalah kesehatan pada sekelompok manusia serta faktor-faktor yang mempengaruhi masalah kesehatan.
Dengan demikian dapat ditarik kesimpulan bahwa ada 3 komponen penting yang ada dalam epidemiologi, sebagai berikut :
1) Frekuensi masalah kesehatan
2) Penyebaran masalah kesehatan
3) Faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya masalah kesehatan.
3. Peranan
Dari kemampuan epidemiologi untuk mengetahui distribusi dan faktor-faktor penyebab masalah kesehatan dan mengarahkan intervensi yang diperlukan maka epidemiologi diharapkan mempunyai peranan dalam bidang kesehatan masyarakat berupa :
a. Mengidentifikasi faktor-faktor yang berperan dalam terjadinya penyakit atau masalah kesehatan dalam masyarakat.
b. Menyediakan data yang diperlukan untuk perencanaan kesehatan dan mengambil keputusan.
c. Membantu melakukan evaluasi terhadap program kesehatan yang sedang atau telah dilakukan.
d. Mengembangkan metodologi untuk menganalisis keadaan suatu penyakit dalam upaya untuk mengatasi atau menanggulanginya.
e. Mengarahkan intervensi yang diperlukan untuk menanggulangi masalah yang perlu dipecahkan.


1.3. Ruang lingkup
a. Masalah kesehatan sebagai subjek dan objek epidemiologi
Epidemiologi tidak hanya sekedar mempelajari masalah-masalah penyakit-penyakit saja, tetapi juga mencakup masalah kesehatan yang sangat luas ditemukan di masyarakat. Diantaranya masalah keluarga berencana, masalah kesehatan lingkungan, pengadaan tenaga kesehatan, pengadaan sarana kesehatan dan sebagainya. Dengan demikian, subjek dan objek epidemiologi berkaitan dengan masalah kesehatan secara keseluruhan.
b. Masalah kesehatan pada sekelompok manusia
Pekerjaan epidemiologi dalam mempelajari masalah kesehatan, akan memanfaatkan data dari hasil pengkajian terhadap sekelompok manusia, apakah itu menyangkut masalah penyakit, keluarga berencana atau kesehatan lingkungan. Setelah dianalisis dan diketahui penyebabnya dilakukan upaya-upaya penanggulangan sebagai tindak lanjutnya.
c. Pemanfaatan data tentang frekuensi dan penyebaran masalah kesehatan dalam merumuskan penyebab timbulnya suatu masalah kesehatan.
Pekerjaan epidemiologi akan dapat mengetahui banyak hal tentang masalah kesehatan dan penyebab dari masalah tersebut dengan cara menganalisis data tentang frekuensi dan penyebaran masalah kesehatan yang terjadi pada sekelompok manusia atau masyarakat. Dengan memanfaatkan perbedaan yang kemudian dilakukan uji statistik, maka dapat dirumuskan penyebab timbulnya masalah kesehatan.
1.4. Natural history of deseases ( Perjalanan Penyakit )
Riwayat alamiah suatu penyakit dapat digolongkan dalam 5 tahap :
1. Pre Patogenesis
Tahap ini telah terjadi interaksi antara penjamu dengan bibit penyakit, tetapi interaksi ini terjadi di luar tubuh manusia, dalam arti bibit penyakit berada di luar tubuh manusia dan belum masuk ke dalam tubuh. Pada keadaan ini belum ditemukan adanya tanda-tanda penyakit dan daya tahan tubuh penjamu masih kuat dan dapat menolak penyakit. Keadaan ini disebut sehat.
2. Tahap inkubasi (sudah masuk Patogenesis)
Pada tahap ini biit penyakit masuk ke tubuh penjamu, tetapi gejala-gejala penyakit belum nampak. Tiap-tiap penyakit mempunyai masa inkubasi yang berbeda. Kolera 1-2 hari, yang bersifat menahun misalnya kanker paru, AIDS dll.


3. Tahap penyakit dini
Tahap ini mulai dihitung dari munculnya gejala-gejala penyakit, pada tahap ini penjamu sudah jatuh sakit tetapi masih ringan dan masih bisa melakukan aktifitas sehari-hari. Bila penyakit segera diobati, mungkin bisa sembuh, tetapi jika tidak, bisa bertambah parah. Hal ini terganting daya tahan tubuh manusia itu sendiri, seperti gizi, istirahat dan perawatan yang baik di rumah (self care).
4. Tahap penyakit lanjut
Bila penyakit penjamu bertambah parah, karena tidak diobati/tidak tertur/tidak memperhatikan anjuran-anjuran yang diberikan pada penyakit dini, maka penyakit masuk pada tahap lanjut. Penjamu terlihat tak berdaya dan tak sanggup lagi melakukan aktifitas. Tahap ini penjamu memerlukan perawatan dan pengobatan yang intensif.
5. Tahap penyakit akhir
Tahap akhir dibagi menjadi 5 keadaan :
a. Sembuh sempurna (bentuk dan fungsi tubuh penjamu kembali berfungsi seperti keadaan sebelumnya/bebeas dari penyakit)
b. Sembuh tapi cacat ; penyakit penjamu berakhir/bebas dari penyakit, tapi kesembuhannya tak sempurna, karena terjadi cacat (fisik, mental maupun sosial) dan sangat tergantung dari serangan penyakit terhadap organ-organ tubuh penjamu.
c. Karier : pada karier perjalanan penyakit seolah terhenti, karena gejala penyakit tak tampak lagi, tetapi dalam tubuh penjamu masih terdapat bibit penyakit, yang pada suatu saat bila daya tahan tubuh penjamu menurun akan dapat kembuh kembali. Keadaan ini tak hanya membahayakan penjamu sendiri, tapi dapat berbahaya terhadap orang lain/masyarakat, karena dapat menjadi sumber penularan penyakit (human reservoir)
d. Kronis ; pada tahap ini perjalanan penyakit tampak terhenti, tapi gejala-gejala penyakit tidak berubah. Dengan kata lain tidak bertambah berat maupun ringan. Keadaan ini penjamu masih tetap berada dalam keadaan sakit.
e. Meninggal ; Apabila keadaan penyakit bertambah parah dan tak dapat diobati lagi, sehingga berhentinya perjalanan penyakit karena penjamu meninggal dunia. Keadaan ini bukanlah keadaan yang diinginkan.
1.5. Upaya pencegahan dan ukuran frekuensi penyakit.
1.5.1. Upaya Pencegahan
Dalam kesehatan masyarakat ada 5 (lima) tingkat pencegahan penyakit menurut Leavell and Clark. Pada point 1 dan 2 dilakukan pada masa sebelum sakit dan point 3,4,5 dilakukan pada masa sakit.
1. Peningkatan kesehatan (health promotion)
a. Penyediaan makanan sehat dan cukup (kualitas maupun kuantitas)
b. Perbaikan hygiene dan sanitasi lingkungan, misalnya penyediaan air bersih, pembuangan sampah, pembuangan tinja dan limbah.
c. Pendidikan kesehatan kepada masyarakat. Misal untuk kalangan menengah ke atas di negara berkembang terhadap resiko jantung koroner.
d. Olahraga secara teratur sesuai kemampuan individu.
e. Kesempatan memperoleh hiburan demi perkembangan mental dan sosial.
f. Nasihat perkawinan dan pendidikan seks yang bertanggung jawab.
2. Perlindungan umum dan khusus terhadap penyakit-penyakit tertentu (general and specific protection)
a. Memberikan immunisasi pada golongan yang rentan untuk mencegah penyakit
b. Isolasi terhadap penderita penyakit menular, misal yang terkena flu burung.
c. Pencegahan terjadinya kecelakaan baik di tempat umum maupun tempat kerja.
d. Perlindungan terhadap bahan-bahan yang bersifat karsinogenik, bahan-bahan racun maupun alergi.
e. Pengendalian sumber-sumber pencemaran.
3. Penegakkan diagnosa secara dini dan pengobatan yang cepat dan tepat (early diagnosis and prompt treatment)
a. Mencari kasus sedini mungkin.
b. Mencari penderita dalam masyarakat dengan jalan pemeriksaan . Misalnya pemeriksaan darah, rontgent paru.
c. Mencari semua orang yang telah berhubungan dengan penderita penyakit menular (contact person) untuk diawasi agar bila penyakitnya timbul dapat segera diberikan pengobatan.
d. Meningkatkan keteraturan pengobatan terhadap penderita.
e. Pemberian pengobatan yang tepat pada setiap permulaan kasus.
4. Pembatasan kecacatan (dissability limitation)
a. Pengobatan dan perawatan yang sempurna agar penderita sembuh dan tak terjadi komplikasi.
b. Pencegahan terhadap komplikasi dan kecacatan.
c. Perbaikan fasilitas kesehatan sebagai penunjang untuk dimungkinkan pengobatan dan perawatan yang lebih intensif.
5. Pemulihan kesehatan (rehabilitation)
a. Mengembangkan lembaga-lembaga rehabilitasi dengan mengikutsertakan masyarakat.
b. Menyadarkan masyarakat untuk menerima mereka kembali dengan memberikan dukungan moral setidaknya bagi yang bersangkutan untuk bertahan.
c. Mengusahakan perkampungan rehabilitasi sosial sehingga setiap penderita yang telah cacat mampu mempertahankan diri.
d. Penyuluhan dan usaha-usaha kelanjutan yang harus tetap dilakukan seseorang setelah ia sembuh dari suatu penyakit.
Beaglehole (WHO, 1993) membagi upaya pencegahan menjadi 3 bagian : primordial prevention (pencegahan awal) yaitu pada pre patogenesis, primary prevention (pencegahan pertama) yaitu health promotion dan general and specific protection , secondary prevention (pencegahan tingkat kedua) yaitu early diagnosis and prompt treatment dan tertiary prevention (pencegahan tingkat ketiga) yaitu dissability limitation.
1.5.2. Ukuran – Ukuran Epidemiologi yang Terkait dalam Kebidanan
Ukuran frekuensi penyakit menunjukkan kepada besarnya masalah kesehatan yang terdapat pada kelompok manusia/masyarakat. Artinya bila dikaitkan dengan masalah penyakit menunjukkan banyaknya kelompok masyarakat yang terserang penyakit. Untuk mengetahui frekuensi masalah kesehatan yang terjadi pada sekelompok orang/masyarakat dilakukan langkah-langkah :
1) Menemukan masalah kesehatan, melalui cara : penderita yang datang ke puskesmas, laporan dari masyarakat yang datang ke puskesmas.
2) Research/survei kesehatan. Misal : Survei Kesehatan Rumah Tangga
3) Studi kasus. Misal : kasus penyakit pasca bencana tsunami.

1.6. Macam – Macam Epidemiologi
Secara sederhana, studi epidemiologi dapat dibagi menjadi dua kelompok sebagai berikut :
1. Epidemiologi deskriptif, yaitu Cross Sectional Study/studi potong lintang/studi prevalensi atau survei.
2. Epidemiologi analitik : terdiri dari :
a. Non eksperimental :
1) Studi kohort / follow up / incidence / longitudinal / prospektif studi. Kohort diartiakan sebagai sekelompok orang. Tujuan studi mencari akibat (penyakitnya).
2) Studi kasus kontrol/case control study/studi retrospektif. Tujuannya mencari faktor penyebab penyakit.
3) Studi ekologik. Studi ini memakai sumber ekologi sebagai bahan untuk penyelidikan secara empiris faktor resiko atau karakteristik yang berada dalam keadaan konstan di masyarakat. Misalnya, polusi udara akibat sisa pembakaran BBM yang terjadi di kota-kota besar.
b. Eksperimental. Dimana penelitian dapat melakukan manipulasi/mengontrol faktor-faktor yang dapat mempengaruhi hasil penelitian dan dinyatakan sebagai tes yang paling baik untuk menentukan cause and effect relationship serta tes yang berhubungan dengan etiologi, kontrol, terhadap penyakit maupun untuk menjawab pertanyaan masalah ilmiah lainnya. Studi eksperimen dibagi menjadi 2 (dua) yaitu :
1) Clinical Trial. Contoh :
a) Pemberian obat hipertensi pada orang dengan tekanan darah tinggi untuk mencegah terjadinya stroke.
b) Pemberian Tetanus Toxoid pada ibu hamil untuk menurunkan frekuensi Tetanus Neonatorum.
2) Community Trial. Contoh : Studi Pemberian zat flourida pada air minum.
E. Epidemiologi keperawatan
Dalam ilmu keperawatan dikenal istilah community health nursing (CHN) atau keperawatan kesehatan masyarakat, dimana ilmu pengetahuan epidemiologi digunakan CHN sebagai alat meneliti dan mengobservasi pada pekerjaan dan sebagai dasar untuk intervensi dan evaluasi literatur riset epidemiologi. Metode epidemiologi sebagai standard kesehatan, disajikan sebagai alat untuk memperkirakan kebutuhan masyarakat. Monitoring perubahan status kesehatan masyarakat dan evaluasi pengaruh program pencegahan penyakit, dan peningkatan kesehatan. Riset/studi epidemiologi memunculkan badan pengetahuan (body of knowledge) termasuk riwayat asal penyakit, pola terjadinya penyakit, dan faktor-faktor resiko tinggi terjadinya penyakit, sebagai informasi awal untuk CHN. Pengetahuan ini memberi kerangka acuan untuk perencanaan dan evaluasi program intervensi masyarakat, mendeteksi segera dan pengobatan penyakit, serta meminimalkan kecacatan. Program utama pencegahan difokuskan pada menjaga jarak perantara penyakit dari host/tuan rumah yang rentan, pengurangan kelangsungan hidup agent, penambahan resistensi host dan mengubah kejadian hubungan host, agent, dan lingkungan. Kedua, program mengurangi resiko dan screening, ketiga : strategi mencegah pada pribadi perawat dengan body of knowlwdge yang berasal dari riset epidemiologi, sebagai dasar untuk pengkajian individu dan kebutuhan kesehatan keluarga dan intervensi perencanaan perawatan.
1. Konsep Dasar Terjadinya Penyakit
Suatu penyakit timbul akibat dari beroperasinya berbagai faktor baik dari agen, induk semang atau lingkungan. Bentuk ini tergambar didalam istilah yang dikenal luas dewasa ini. Yaitu penyebab majemuk (multiple causation of disease) sebagai lawan dari penyebab tunggal (single causation).
Didalam usaha para ahli untuk mengumpulkan pengetahuan mengenai timbulnya penyakit, mereka telah membuat model-model timbulnya penyakit dan atas dasar model-model tersebut dilakukan eksperimen terkendali untuk menguji sampai dimana kebenaran dari model-model tersebut.
Tiga model yang dikenal dewasa ini ialah 1) segitiga epidemiologi (the epidemiologic triangle) 2) jaring-jaring sebab akibat (the web of causation) dan 3) roda (the wheel).
1.1 Segitiga Epidemiologi (lihat gambar)
1.2 Jaring-Jaring Sebab Akibat
Menurut model ini perubahan dari salah satu faktor akan mengubah keseimbangan antara mereka, yang berakibat bertamba atau berkurangnya penyakit yang bersangkutan. (lihat gambar)
Menurut model ini, suatu penyakit tidak bergantung pada satu sebab yang berdiri sendiri melainkan sebagai akibat dari serangkaian proses sebab dan akibat. Dengan demikian maka timbulnya penyakit dapat dicegah atau dihentikan dengan memotong mata rantai pada berbagai titik.
1.3 Roda
Seperti halnya dengan model jaring-jaring sebab akibat, model roda memerlukan identifikasi dari berbagai faktor yang berperan dalam timbulnya penyakit dengan tidak begitu menekankan pentingnya agen. Disini dipentingkan hubungan antara manusia dengan lingkungan hidupnya. Besarnya peranan dari masing-masing lingkungan bergantung pada penyakit yang bersangkutan.
Sebagai contoh peranan lingkungan sosial lebih besar dari yang lainnya pada stress mental, peranan lingkungan fisik lebih besar dari lainnya pada sunburn, peranan lingkungan biologis lebih besar dari lainnya pada penyakit yang penularannya melalui vektor (vektor borne disease) dan peranan inti genetik lebih besar dari lainnya pada penyakit keturunan.
Dengan model-model tersebut diatas hendaknya ditunjukkan bahwa pengetahuan yang lengkap mengenai mekanisme-mekanisme terjadinya penyakit tidaklah diperuntukkan bagi usaha-usaha pemberantasan yang efektif.
Oleh karena banyaknya interaksi-interaksi ekologis maka seringkali kita dapat mengubah penyebaran penyakit dengan mengubah aspek-aspek tertentu dari interaksi manusia dengan lingkungan hidupnya tanpa intervensi langsung pada penyebab penyakit.
2. Penyakit Menular
Yang dimaksud penyakit menular adalah penyakit yang dapat ditularkan (berpindah dari orang yang satu ke orang yang lain, baik secara langsung maupun melalui perantara). Penyakit menular ini ditandai dengan adanya (hadirnya) agen atau penyebab penyakit yang hidup dan dapat berpindah.
Suatu penyakit dapat menular dari orang yang satu kepada yang lain ditentukan oleh 3 faktor tersebut diatas, yakni :
a. Agen (penyebab penyakit)
b. Host (induk semang)
c. Route of transmission (jalannya penularan)
Apabila diumpamakan berkembangnya suatu tanaman, dapat diumpamakan sebagai biji (agen), tanah (host) dan iklim (route of transmission).
2.1 Agen-Agen Infeksi (Penyebab Infeksi)
Makhluk hidup sebagai pemegang peranan penting didalam epidemiologi yang merupakan penyebab penyakit dapat dikelompokkan menjadi :
a. Golongan virus, misalnya influenza, trachoma, cacar dan sebagainya.
b. Golongan riketsia, misalnya typhus.
c. Golongan bakteri, misalnya disentri.
d. Golongan protozoa, misalnya malaria, filaria, schistosoma dan sebagainya.
e. Golongan jamur, yakni bermacam-macam panu, kurap dan sebagainya.
f. Golongan cacing, yakni bermacam-macam cacing perut seperti ascaris (cacing
gelang), cacing kremi, cacing pita, cacing tambang dan sebagainya.
Agar supaya agen atau penyebab penyakit menular ini tetap hidup (survive) maka perlu persyaratan-persyaratan sebagai berikut :
a. Berkembang biak
b. Bergerak atau berpindah dari induk semang
c. Mencapai induk semang baru
d. Menginfeksi induk semang baru tersebut.
Kemampuan agen penyakit ini untuk tetap hidup pada lingkungan manusia adalah suatu faktor penting didalam epidemiologi infeksi. Setiap bibit penyakit (penyebab penyakit) mempunyai habitat sendiri-sendiri sehingga ia dapat tetap hidup.
Dari sini timbul istilah reservoar yang diartikan sebagai berikut 1) habitat dimana bibit penyakit tersebut hidup dan berkembang 2) survival dimana bibit penyakit tersebut sangat tergantung pada habitat sehingga ia dapat tetap hidup. Reservoar tersebut dapat berupa manusia, binatang atau benda-benda mati.
Reservoar didalam Manusia
Penyakit-penyakit yang mempunyai reservoar didalam tubuh manusia antara lain campak (measles), cacar air (small pox), typhus (typhoid), miningitis, gonoirhoea dan syphilis. Manusia sebagai reservoar dapat menjadi kasus yang aktif dan carrier.
Carrier
Carrier adalah orang yang mempunyai bibit penyakit didalam tubuhnya tanpa menunjukkan adanya gejala penyakit tetapi orang tersebut dapat menularkan penyakitnya kepada orang lain. Convalescant carriers adalah orang yang masih mengandung bibit penyakit setelah sembuh dari suatu penyakit.
Carriers adalah sangat penting dalam epidemiologi penyakit-penyakit polio, typhoid, meningococal meningitis dan amoebiasis. Hal ini disebabkan karena :
a. Jumlah (banyaknya carriers jauh lebih banyak daripada orang yang sakitnya
sendiri).
b. Carriers maupun orang yang ditulari sama sekali tidak tahu bahwa mereka
menderita / kena penyakit.
c. Carriers tidak menurunkan kesehatannya karena masih dapat melakukan
pekerjaan sehari-hari.
d. Carriers mungkin sebagai sumber infeksi untuk jangka waktu yang relatif lama.
Reservoar pada Binatang
Penyakit-penyakit yang mempunyai reservoar pada binatang pada umumnya adalah penyakit zoonosis. Zoonosis adalah penyakit pada binatang vertebrata yang dapat menular pada manusia. Penularan penyakit-penyakit pada binatang ini melalui berbagai cara, yakni :
a. Orang makan daging binatang yang menderita penyakit, misalnya cacing pita.
b. Melalui gigitan binatang sebagai vektornya, misalnya pes melalui pinjal tikus,
malaria, filariasis, demam berdarah melalui gigitan nyamuk.
c. Binatang penderita penyakit langsung menggigit orang misalnya rabies.
Benda-Benda Mati sebagai Reservoar
Penyakit-penyakit yang mempunyai reservoar pada benda-benda mati pada dasarnya adalah saprofit hidup dalam tanah. Pada umumnya bibit penyakit ini berkembang biak pada lingkungan yang cocok untuknya. Oleh karena itu bila terjadi perubahan temperatur atau kelembaban dari kondisi dimana ia dapat hidup maka ia berkembang biak dan siap infektif. Contoh clostridium tetani penyebab tetanus, C. botulinum penyebab keracunan makanan dan sebagainya.
2.2 Sumber Infeksi dan Penyebaran Penyakit
Yang dimaksud sumber infeksi adalah semua benda termasuk orang atau binatang yang dapat melewatkan / menyebabkan penyakit pada orang. Sumber penyakit ini mencakup juga reservoar seperti telah dijelaskan sebelumnya.
Macam-Macam Penularan (Mode of Transmission)
Mode penularan adalah suatu mekanisme dimana agen / penyebab penyakit tersebut ditularkan dari orang ke orang lain atau dari reservoar kepada induk semang baru. Penularan ini melalui berbagai cara antara lain :
2.2.1 Kontak (Contact)
Kontak disini dapat terjadi kontak langsung maupun kontak tidak langsung melalui benda-benda yang terkontaminasi. Penyakit-penyakit yang ditularkan melalui kontak langsung ini pada umumnya terjadi pada masyarakat yang hidup berjubel. Oleh karena itu lebih cenderung terjadi di kota daripada di desa yang penduduknya masih jarang.
2.2.2 Inhalasi (Inhalation)
Yaitu penularan melalui udara / pernapasan. Oleh karena itu ventilasi rumah yang kurang, berjejalan (over crowding) dan tempat-tempat umum adalah faktor yang sangat penting didalam epidemiologi penyakit ini. Penyakit yang ditularkan melalui udara ini sering disebut air borne infection (penyakit yang ditularkan melalui udara).
2.2.3 Infeksi
Penularan melalui tangan, makanan dan minuman.
2.2.4 Penetrasi pada Kulit
Hal ini dapat langsung oleh organisme itu sendiri. Penetrasi pada kulit misalnya cacing tambang, melalui gigitan vektor misalnya malaria atau melalui luka, misalnya tetanus.
2.2.5 Infeksi Melalui Plasenta
Yakni infeksi yang diperoleh melalui plasenta dari ibu penderita penyakit pada waktu mengandung, misalnya syphilis dan toxoplasmosis.
2.3 Faktor Induk Semang (Host)
Terjadinya suatu penyakit (infeksi) pada seseorang ditentukan pula oleh faktor-faktor yang ada pada induk semang itu sendiri. Dengan perkataan lain penyakit-penyakit dapat terjadi pada seseorang tergantung / ditentukan oleh kekebalan / resistensi orang yang bersangkutan.
2.4 Pencegahan dan Penanggulangan Penyakit Menular
Untuk pencegahan dan penanggulangan ini ada 3 pendekatan atau cara yang dapat dilakukan :
2.4.1 Eliminasi Reservoir (Sumber Penyakit)
Eliminasi reservoir manusia sebagai sumber penyebaran penyakit dapat dilakukan dengan :
a. Mengisolasi penderita (pasien), yaitu menempatkan pasien di tempat yang
khusus untuk mengurangi kontak dengan orang lain.
b. Karantina adalah membatasi ruang gerak penderita dan menempatkannya
bersama-sama penderita lain yang sejenis pada tempat yang khusus didesain
untuk itu. Biasanya dalam waktu yang lama, misalnya karantina untuk penderita
kusta.
2.4.2 Memutus Mata Rantai Penularan
Meningkatkan sanitasi lingkungan dan higiene perorangan adalah merupakan usaha yang penting untuk memutus hubungan atau mata rantai penularan penyakit menular.
2.4.3 Melindungi Orang-Orang (Kelompok) yang Rentan
Bayi dan anak balita adalah merupakan kelompok usia yang rentan terhadap penyakit menular. Kelompok usia yang rentan ini perlu lindungan khusus (specific protection) dengan imunisasi baik imunisasi aktif maupun pasif. Obat-obat profilaksis tertentu juga dapat mencegah penyakit malaria, meningitis dan disentri baksilus.
Pada anak usia muda, gizi yang kurang akan menyebabkan kerentanan pada anak tersebut. Oleh sebab itu, meningkatkan gizi anak adalah juga merupakan usaha pencegahan penyakit infeksi pada anak.



















DAFTAR PUSTAKA

Effendy, Nasrul. Dasar-dasar keperawatan kesehatan masyarakat, edisi 2. Jakarta : EGC, 1998.
Leavel, H.R and Clark, E.G. Preventive Medicine for the Doctor in His Community, 3th Edition, Mc Graw-Hill Inc, New York, 1965.
Beaglehole, R. R. Bonita, T. Kjellstrom. Basic Epidemiology, WHO, Geneva, 1993.
Stanhope and Lancaster. Community Health Nursing ; Process and practise for Promoting Health, Mosby Company St. Louis, USA, 1989.
Chandra, Budiman. Pengantar Prinsip dan Metode Epidemiologi. Jakarta ; EGC, 1996.
Prof. Dr. Soekidjo Notoatmodjo. Prinsip-Prinsip Dasar Ilmu Kesehatan Masyarakat. Cet. ke-2, Mei. Jakarta : Rineka Cipta. 2003.
ASUHAN KEBIDANAN

BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang
Perawatan nifas merupakan perawatan lebih lanjut bagi wanita sesudah melahirkan anak. Nifas dalam bahasa Indonesia kemungkinan diambil dari bahasa Arab, yaitu suatu istilah yang dipergunakan untuk kaum ibu setelah melahirkan.
Waktu tertentu setelah melahirkan ini mendapatkan istilah khusus. Karena dalam waktu ini seorang ibu memerlukan perawatan, bantuan dan pengawasan demi pulihnya kesehatan seperti sebelum melahirkan.
Dalam bahasa Latin waktu tertentu setelah melahirkan anak ini disebut puerperium yaitu berasal dari kata puer yang artinya bayi dan parous melahirkan. Jadi, puerperium berarti masa setelah melahirkan bayi. Yang dimaksudkan dengan istilah nifas di dalam bahasa Indonesia ialah masa setelah seorang ibu melahirkan bayi yang dipergunakan untuk memulihkan kesehatannya kembali.
Memulihkan kesehatan kembali disini tidak berarti mengembalikan kesehatan umum saja yang dapat dikatakan mendapat gangguan sehingga kesehatan umum itu menurun selama ibu hamil dan waktu melahirkan, akan tetapi pada waktu ini terjadi pula pengembalian organ yang mengalami perubahan pada waktu kehamilan, terutama alat kelamin bagian dalam.
Alat kelamin bagian dalam yang akan kembali seperti keadaan dan fungsi semula ialah rahim atau uterus dan indung telur atau ovarium. Dalam kehamilan, uterus ini menjadi lebih besar hingga dapat memberi tempat bagi janin, uri dan air ketuban. Sedangkan ovarium pada masa kehamilan mengalami perubahan yang berhubungan dengan fungsinya. Apabila fungsi ovarium yang semula memasakkan sel-sel telur yang disebabkan pula karena pengaruh hormon, kehamilan yang mempengaruhi hormon-hormon lain, sehingga tidak mempengaruhi kematangan sel telur. Dalam masa nifas, rahim dan ovarium mengalami perubahan lagi sehingga kembali ke dalam keadaan dan fungsinya semula. Bagaimana proses kembalinya uterus dan ovarium ini akan diuraikan dalam hal fisiologis nifas.
1.2 Tujuan
1.2.1 Tujuan Umum
Mahasiswa Akademi Kebidanan diharapkan mampu melakukan asuhan kebidanan pada ibu nifas dengan pendekatan manajemen kebidanan menurut metode Varney.
1.2.2 Tujuan Khusus
Diharapkan mahasiswa kebidanan dapat menerapkan manajemen Varney dengan langkah-langkah sebagai berikut :
a. Melakukan pengkajian (pengumpulan data) pada klien dengan nifas fisiologis.
b. Menentukan identifikasi masalah (diagnosa) pada klien dengan nifas fisiologis.
c. Melakukan dan menentukan antisipasi masalah potensial pada klien dengan nifas fisiologis.
d. Menentukan identifikasi kebutuhan segera pada klien dengan nifas fisiologis.
e. Menentukan rencana asuhan kebidanan disertai rasionalisasi dan intervensi yang telah ditentukan sesuai dengan kebutuhan pada klien dengan nifas fisiologis.
f. Mengevaluasi keefektifan dan keberhasilan dari asuhan yang telah diberikan pada klien dengan nifas fisiologis.

1.3 Batasan Masalah
Mengingat waktu dan kemampuan penulis yang terbatas, maka penulis membatasi penulisan Asuhan Kebidanan pada ibu bersalin dengan nifas fisiologis di RB ANUGRAH SURABAYA

1.4 Metode Penulisan
1.4.1 Studi Kepustakaan
Dalam penyusunan Laporan ini sebagai pedoman maka penyusun membekali diri dengan mempelajari litaratur-literatur yang berkaitan dengan perawatan ibu nifas fisiologis.
1.4.2 Praktek Langsung
Penyusun melakukan observasi, melaksanakan asuhan kebidanan, mengevaluasi, memantau keadaan penderita sampai dengan penderita pulang.
1.4.3 Bimbingan dan Konsultasi
Dalam penyusunan Laporan ini penyusun melakukan konsultasi dengan para pembimbing.

1.5 Sistematika Penulisan
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
1.2 Tujuan
1.2.1 Tujuan Umum
1.2.2 Tujuan Khusus
1.3 Batasan Masalah
1.4 Metode Penulisan
1.5 Sistematika Penulisan
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi Puerperium
2.2 Perubahan-perubahan Fisiologis Masa Nifas
2.3 Asuhan Kebidanan Ibu Nifas
2.3.1 Tujuan Asuhan Masa Nifas
2.3.2 Perawatan dalam Masa Nifas
2.3.3 Kunjungan pada Masa Nifas
2.4 Adaptasi Post Partum
2.5 Konsep Dasar Asuhan Kebidanan
2.5.1 Pengertian
2.5.2 Tujuan
2.5.3 Manajemen Asuhan Kebidanan
BAB 3 TINJAUAN KASUS
3.1 Pengkajian Data
3.2 Identifikasi Masalah / Diagnosa
3.3 Antisipasi Masalah Potensial
3.4 Identifikasi Kebutuhan Segera
3.5 Pengembangan Rencana
3.6 Catatan Perkembangan
3.7 Rencana Pulang
BAB 4 PENUTUP
4.1 Simpulan
4.2 Saran
DAFTAR PUSTAKA


BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi
Puerperium adalah masa sesudah persalinan yang diperlukan untuk pulihnya kembali alat kandungan yang lamanya 6 minggu. (Sastrawinata, 1989:315)
Masa nifas (puerperium) dimulai setelah kelahiran plasenta dan berakhir ketika alat-alat kandungan kembali seperti keadaan sebelum hamil. Masa nifas berlangsung selama kira-kira 6 minggu. (Saifudin, 2001:122)

2.2 Perubahan-perubahan Fisiologis Masa Nifas
Pada masa ini terjadi perubahan-perubahan fisiologis yaitu :
1) Involusi Rahim
Setelah plasenta lahir uterus merupakan alat yang keras, karena kontraksi dan retraksi otot-ototnya.
Fundus uteri + 3 jari di bawah pusat.
Selama 2 hari berikutnya, besarnya tidak seberapa berkurang tetapi sesudah 2 hari ini uterus mengecil dengan cepat, sehingga pada hari ke-10 tidak teraba lagi dari luar.
Setelah 6 minggu tercapai lagi ukurannya yang normal.
Sesudah plasenta lahir, beratnya rahim 1.000 gram, seminggu kemudian 500 gram, 2 minggu post partum 375 gram dan pada akhir puerperium 50 gram. Involusi terjadi karena masing-masing sel menjadi lebih kecil karena cytoplasmanya yang berlebihan dibuang. Involusi disebabkan oleh proses autolysis, yang mana zat protein dinding rahim pecah, diabsorbsi dan kemudian dibuang dengan air kencing. Sebagai bukti dapat dikemukakan bahwa kadar nitrogen dalam air kencing sangat tinggi. Pelepasan plasenta dan selaput janin dari dinding rahim terjadi pada stratum spongiosum bagian atas. Setelah 2-3 hari tampak bahwa lapisan atas dari stratum spongiosum yang tinggal menjadi netroktis, sedang lapisan bawahnya yang berhubungan dengan lapisan otot terpelihara dengan baik. Bagian yang netroktis dikeluarkan dengan lochea, sedangkan lapisan yang tetap sehat menghasilkan endometrium yang baru.
Epitel baru terjadi dengan proliferasi sel-sel kelenjar, sedangkan stroma baru dibentuk dari jaringan ikat diantara kelenjar-kelenjar. Epitelisasi siap dalam 10 menit, kecuali pada tempat plasenta dimana epitelisasi memakan waktu 3 minggu.
Uterus yang telah menyelesaikan tugasnya, akan menjadi keras karena kontraksi uterus yang diikuti his pengiring menimbulkan rasa nyeri disebut nyeri ikutan (after pain) terutama pada multi para.

Proses Involusi Uteri
Involusi Tinggi Fundus Berat Uterus
Plasenta lahir
7 hari (1 minggu)
14 hari (2 minggu)
42 hari (6 minggu)
56 hari (8 minggu) Sepusat
Pertengahan pusat symfisis
Tidak teraba
Sebesar hamil 2 minggu
Normal 1.000 gram
500 gram
350 gram
50 gram
30 gram
(Manuaba, 1998:192)
Pengeluaran lochea dapat dibagi berdasarkan jumlah dan warnanya sebagai berikut :
(1) Lochea rubra (kruenta)
~ 1-3 hari, berwarna hitam dan merah.
~ Terdiri dari sel desidua, verniks kaseosa, rambut lanugo, sisa mekoneum, sisa darah.
(2) Lochea sangunolenta
~ 3-7 hari.
~ Berwarna putih bercampur darah.
(3) Lochea serosa
~ 7 sampai 14 hari.
~ Berwarna kekuningan.
(4) Lochea alba
~ Setelah hari ke 19.
~ Berwarna putih.
Perubahan patrun (pengeluaran lochea) menunjukkan keadaan yang abnormal, seperti :
~ Perdarahan berkepanjangan.
~ Pengeluaran lochea tertahan (lochea statika).
~ Lochea purulenta, berbentuk nanah.
~ Rasa nyeri yang berlebihan.
~ Dengan memperhatikan bentuk perubahan, dapat diduga.
~ Terdapat sisa plasenta yang merupakan sumber perdarahan.
~ Terjadi infeksi intra uterine.
2) Involusi Tempat Plasenta
Setelah persalinan, tempat plasenta merupakan tempat dengan permukaan kasar, tidak rata dan kira-kira sebesar telapak tangan. Dengan cepat luka ini mengecil, pada akhir minggu ke 2 hanya sebesar 3-4 cm dan pada akhir nifas 1-2 cm.
Penyembuhan luka bekas plasenta khas sekali. Pada permulaan nifas bekas plasenta banyak mengandung pembuluh darah besar tersumbat oleh thrombus. Biasanya luka yang demikian sembuh dengan menjadi parut, tetapi bekas luka plasenta tidak meninggalkan parut. Hal ini disebabkan karena luka ini sembuh dengan cara yang luar biasa ialaha dilepaskan dari dasarnya dengan pertumbuhan endometrium baru. Di bawah permukaan luka, endometrium tumbuh dari pinggir luka dan juga dari sisa-sisa kelenjar pada dasar luka.
3) Perubahan Pembuluh Darah Rahim
Dalam kehamilan, uterus mempunyai banyak pembuluh-pembuluh darah yang besar, tetapi karena setelah persalinan tidak diperlukan lagi peredaran darah yang banyak, maka arteri harus mengecil lagi dalam nifas. Orang menduga bahwa pembuluh-pembuluh yang besar tersumbat karena perubahan-perubahan pada dindingnya dan diganti oleh pembuluh-pembuluh yang lebih kecil.
4) Perubahan pada Cervix dan Vagina
Beberapa hari setelah persalinan, ostium exterrum dapat dilalui oleh 2 jari, pinggir-pinggirnya tidak rata tetapi retak-retak karena robekan dalam persalinan.
Pada akhir minggu pertama hanya dapat dilalui oleh 1 jari saja dan di lingkaran retraksi berhubungan dengan bagian atas dari canalis servikalis pada servik terbentuk sel-sel otot baru. Karena hiperplasi ini dan karena retraksi dari serviks, robekan serviks menjadi sembuh.
Walaupun begitu, setelah involusi selesai, ostium externum tidak serupa dengan keadaannya sebelum hamil, pada umumnya ostium externum lebih besar dan tetap ada retak-retak dan robekan-robekan pada pinggirnya, terutama pada pinggir sampingnya. Oleh robekan ke samping ini terbentuk bibir depan dan bibir belakang dari serviks. Vagina yang sangat diregang waktu persalinan lambat laun mencapai ukuran-ukurannya yang normal.
Pada minggu ketiga post partum rugae mulai tampak kembali.
5) Dinding Perut dan Peritoneum
Setelah persalinan dinding perut longgar karena diregang begitu lama, tetapi bisa pulih kembali dalam 6 minggu.
Kadang-kadang pada wanita yang asthenis terjadi diastosis dari otot-otot rectus abdominus sehingga sebagian dari dinding perut di garis tengah hanya terdiri dari peritoneum, fascia tipis dan kulit. Tempat yang lemah ini menonjol kalau berdiri atau mengejan.
6) Saluran Kencing
Dinding kandung kencing memperlihatkan oedema dan hiperdemia. Kadang-kadang oedema dari trigonium, menimbulkan obstruksi dari urethra sehingga terjadi retensio urine. Kandung kencing dalam puerperium kurang sensitif dan kapasitasnya bertambah, sehingga kandung kencing penuh dan sesudah kencing masih tinggal urine residual. Sisa urine dan trauma pada dinding kandung kencing waktu persalinan memudahkan terjadinya infeksi, dilatasi ureter waktu dan belum normal kembali dalam waktu 2 minggu.
7) Laktasi
Masing-masing buah dada terdiri dari 15-24 lobi yang terletak radial dan terpisah satu sama lain oleh jaringan lemak. Tiap lobus terdiri dari lobuli yang terdiri pula dari acini. Acini ini menghasilkan air susu. Tiap lobulus mempunyai saluran halus untuk menghasilkan air susu.
Saluran-saluran yang halus ini bersatu menjadi satu saluran untuk tiap lobus. Saluran ini disebut ductus lactiferosus yang memusat menuju ke puting susu dimana masing-masing bermuara. Keadaan buah dada pada 2 hari pertama nifas sama dengan keadaan dalam kehamilan.
2.3 Konsep Dasar Asuhan Kebidanan
2.3.1 Tujuan Asuhan Masa Nifas
1) Menjaga kesehatan ibu dan bayinya, baik fisik maupun psikologi.
2) Melaksanakan skrining yang komprehensif, mendeteksi masalah-masalah, mengobati atau merujuk bila terjadi komplikasi pada ibu maupun bayinya.
3) Memberikan pendidikan kesehatan tentang perawatan diri, nutrisi, perawatan payudara, pemberian imunisasi pada bayi, perawatan bayi sehat dan keluarga berencana.
4) Mencegah terjadinya infeksi dan komplikasi. (Sarwono, 2002:122)
2.3.2 Perawatan dalam Masa Nifas
1) Mobilisasi dini (Early mobilization)
Karena lelah sehabis bersalin, ibu harus istirahat, tidur terlentang selama 8 jam pasca persalinan. Kemudian boleh miring-miring ke kanan dan ke kiri untuk mencegah terjadinya trombosis dan tromboemboli. Pada hari ke 2 diperbolehkan duduk, hari ke 3 jalan-jalan dan hari ke 4 atau ke 5 sudah diperbolehkan pulang. Mobilisasi di atas mempunyai variasi, tergantung pada komplikasi, persalinan, nifas, dan sembuhnya luka-luka.
 Perawatan mobilisasi dini mempunyai keuntungan :
(1) Melancarkan pengeluaran lochea, mengurangi infeksi puerperium.
(2) Mempercepat involusi alat kandungan.
(3) Melancarkan fungsi alat gastrointestinal dan alat perkemihan.
(4) Meningkatkan kelancaran peredaran darah sehingga mempercepat fungsi ASI dan pengeluaran sisa metabolisme.
2) Diet
Makanan harus bermutu, bergizi dan cukup kalori, sebaiknya makan makanan yang mengandung protein banyak cairan, sayur-sayuran dan buah-buahan.
3) Miksi
Hendaknya kencing dapat dilakukan secepatnya. Kadanng-kadang wanita mengalami sulit kencing karena sfingter uretra ditekan oleh kepala janin dan spasme oleh iritasi m. sphincter ani selama persalinan, juga oleh karena adanya edema kandung kemih yang terjadi selama persalinan. Bila kandung kemih penuh dan wanita sulit kencing, sebaiknya dilakukan kateterisasi.
4) Defekasi
Buang air besar harus dilakukan 2-4 hari pasca persalinan. Bila masih sulit buang air besar dan terjadi obstipasi apalagi berak keras, dapat diberikan obat laksans per oral atau per rectal, jika masih belum bisa dilakukan klisma.
5) Perawatan payudara (Mamma)
Perawatan mamma telah dimulai sejak wanita hamil supaya puting susu lemas, tidak keras dan kering sebagai persiapan untuk menyusui bayinya.
6) Laktasi
Untuk menghadapi masa laktasi (menyusukan), sejak dari kehamilan telah terjadi perubahan-perubahan pada kelenjar mamma, yaitu :
~ Proliferasi jaringan pada kelenjar-kelenjar alveoli dan jaringan lemak bertambah.
~ Keluaran cairan susu jolong dari duktus lactifesus disebut colostrum berwarna kuning putih susu.
~ Hipervaskularisasi pada permukaan dan bagian dalam dimana vena-vena berdilatasi sehingga tampak jelas.
~ Setelah persalinan, pengaruh supresi estrogen dan progesteron hilang, maka timbul pengaruh hormon laktogenik (LH) atau prolaktin yang akan merangsang air susu.
7) Cuti hamil dan bersalin
Menurut undang-undang, bagi wanita pekerja berhak mengambil cuti hamil dan bersalin selama 3 bulan yaitu 1 bulan sebelum bersalin ditambah 2 bulan setelah persalinan.
8) Pemeriksaan pasca persalinan
Meliputi :
(1) Pemeriksaan umum : tekanan darah, nadi, keluhan dan sebagainya.
(2) Keadaan umum : suhu badan, selera makan dan lain-lain.
(3) Payudara : ASI, puting susu.
(4) Dinding perut, perineum, kandung kemih, rectum.
(5) Sekret yang keluar, misalnya lokea, fluor albus.
(6) Keadaan alat-alat kandungan.
2.3.3 Kunjungan pada Masa Nifas
 Kunjungan 1 : 6-8 jam setelah persalinan
Tujuan : 1) Mencegah perdarahan masa nifas karena atonia uteri.
2) Mendeteksi dan merawat penyebab lain perdarahan, rujuk bila perdarahan berlanjut.
3) Memberikan konseling pada ibu atau salah satu anggota keluarga bagaimana mencegah perdarahan masa nifas karena atonia uteri.
4) Pemberian ASI awal.
5) Melakukan hubungan antara ibu dan bayi baru lahir.
6) Menjaga bayi tetap sehat dengan cara mencegah hipotermia.
 Kunjungan 2 : 6 hari setelah persalinan
Tujuan : 1) memastikan involusi uterus berjalan normal, uterus berkontraksi, fundus di bawah umbilikus, tidak ada perdarahan abnormal, tidak ada bau.
2) Menilai adanya tanda-tanda demam, infeksi atau perdarahan abnormal.
3) Memastikan ibu mendapat cukup makanan, cairan dan istirahat.
4) Memastikan ibu menyusui dengan baik dan tidak memperlihatkan tanda-tanda penyulit.
5) Memberikan konseling pada ibu mengenai asuhan pada bayi, tali pusat, menjaga bayi tetao hangat dan merawat bayi sehari-hari.
 Kunjungan 3 : 2 minggu setelah persalinan
Tujuan : 1) Memastikan involusi uterus berjalan normal, uterus berkontraksi, fundus di bawah umbilikus, tidak ada perdarahan abnormal, tidak ada bau.
2) Menilai adanya tanda-tanda demam, infeksi atau perdarahan abnormal.
3) Memastikan ibu mendapatkan cukup makanan, cairan dan istirahat.
4) Memastikan ibu menyusui dengan baik dan tidak memperlihatkan tanda-tanda penyulit.
5) Memberikan konseling pada ibu mengenai asuhan pada bayi, tali pusat, menjaga bayi tetap hangat dan merawat bayi sehari-hari.
 Kunjungan 4 : 6 minggu setelah persalinan
Tujuan : 1) Menanyakan pada ibu tentang penyulit-penyulit yang ia atau bayi alami.
2) Memberikan konseling untuk KB secara dini.

2.4 Adaptasi Post Partum
1) Konsep Dasar
(1) Periode post partum menyebabkan stres emosional meningkat terhadap ibu baru, bahkan lebih menyulitkan bila terjadi perubahan fisik yang hebat.
(2) Faktor-faktor yang mempengaruhi suksesnya masa transisi ke masa menjadi orang tua pada masa post partum adalah :
~ Respon dan dukungan dari keluarga dan teman.
~ Hubungan dari pengalaman melahirkan terhadap harapan dan aspirasi.
~ Pengalaman melahirkan dan membesarkan anak yang lalu.
~ Pengaruh budaya.
(3) Periode ini diuraikan oleh Robin menjadi 3 tahap, yaitu :
~ Periode ini terjadi 1-2 hari sesudah melahirkan. Ibu baru pada umumnya pasif dan tergantung. Perhatiannya tertuju pada kekhawatiran pada tubuhnya.
~ Ia mungkin akan mengulang-ulang pengalamannya waktu bersalin dan melahirkan.
~ Tidur tanpa gangguan sangat penting bila ibu ingin mencegah gangguan tidur, pusing, interference dengan proses pengembalian ke keadaan normal.
~ Peningkatan nutrisi mungkin dibutuhkan karena selera makan ibu biasanya bertambah, kurangnya nafsu makan menandakan proses pengembalian kondisi ibu tidak berlangsung normal.
(4) Periode Taking Hold
~ Periode ini berlangsung pada hari 2-4 post partum, ibu ingin menjadi perhatian pada kemampuannya menjadi orang tua yang sukses dan meningkatkan tanggung jawab terhadap janin.
~ Ibu berkonsentrasi pada pengontrolan fungsi tubuhnya, BAK, BAB, kekuatan dan ketahanan tubuhnya.
~ Ibu berusaha keras untuk menguasai tentang keterampilan perawatan bayi misalnya menggendong, menyusui, memandikan dan memasang popok.
Pada masa ini ibu agak sensitif dan merasa tidak mampu dalam melakukan hal-hal tersebut, cenderung menerima nasehat bidan / dokter karena ia terbuka menerima pengetahuan dan kritikan yang bersifat pribadi. Pada tahap ini bidan penting memperhatikan perubahan yang mungkin terjadi.
(5) Periode Letting go
~ Periode ini biasanya terjadi setelah ibu pulang ke rumah dan sangat berpengaruh terhadap waktu dan perhatian yang diberikan oleh keluarga.
~ Ibu mengambil tanggung jawab terhadap perawatan bayi, ia harus beradaptasi dengan kebutuhan bayi yang menyebabkan berkurangnya hak ibu, kebebasan dan hubungan sosial.
~ Depresi post partum umumnya terjadi pada periode ini.

2.5 Konsep Dasar Asuhan Kebidanan
2.5.1 Pengertian
Asuhan kebidanan adalah proses pemecahan masalah yang digunakan sebagai metode untuk mengorganisasi pikiran serta tindakan berdasarkan teori yang ilmiah, penemuan-penemuan, ketrampilan dalam rangkaian tahapan untuk mengambil keputusan yang berfokus pada klien. (Varney, 1997)
Asuhan ibu post partum adalah asuhan yang diberikan pada ibu segera setelah kelahiran, sampai 6 minggu setelah kelahiran. (PPKC, 2004)
2.5.2 Tujuan
Memberikan asuhan yang adekuat dan berstandar pada ibu segera setelah melahirkan dengan memperhatikan riwayat selama kehamilan, dalam persalinan dan keadaan segera setelah melahirkan.
Hasil yang diharapkan :
Terlaksananya asuhan segera / rutin pada ibu post partum termasuk melakukan pengkajian, membuat diagnosa, mengidentifikasi masalah dan kebutuhan ibu, mengidentifikasi diagnosa dan masalah potensial, tindakan segera serta merencanakan asuhan.
2.5.3 Manajemen Asuhan Kebidanan
1) Pengumpulan data (Pengkajian)
Melakukan pengkajian dengan mengumpulkan semua data yang dibutuhkan untuk mengevaluasi keadaan ibu, terdiri dari :
Anamnesa
Biodata
~ Nama : nama klien dan suami perlu ditanyakan agar tidak keliru bila ada kesamaan nama dengan klien lain. (Cristina I, 1984:84)
~ Umur : - Dalam kurun waktu reproduksi sehat, dikenal bahwa usia aman untuk kehamilan dan persalinan adalah 20-30 tahun. (Sarwono, 1999:23)
~ Semua wanita usia subur 20-30 tahun saat yang tepat untuk persalinan dengan jarak > 2 tahun merupakan masa reproduksi yang sehat. (Depkes RI, 1993:23)
~ Pendidikan : makin rendah pendidikan ibu, kematian bayi makin tinggi sehingga perlu diberi penyuluhan. (Depkes RI, 1993:30)
~ Pekerjaan : pekerjaan suami dan ibu sendiri untuk mengetahui bagaimana taraf hidup dan sosial ekonominya agar nasehat kita sesuai, juga mengetahui apakah pekerjaan mengganggu atau tidak, misalnya bekerja di pabrik rokok, mungkin yang dihisap akan berpengaruh pada janin. (Cristina I, 1989:85)
~ Paritas : paritas 2-3 merupakan paritas yang paling aman ditinjau dari sudut kematian maternal. (Sarwono, 1999:23)
~ Perkawinan : berapa kali kawin dan berapa lamanya untuk membantu menentukan bagaimana keadaan alat kelamin ibu. Kalau orang hamil sudah lama kawin, nilai anak tentu besar sekali dan ini harus diperhitungkan dalam pimpinan persalinan (anak mahal). (Sulaiman, 1983:155)
~ Alamat : untuk mengetahui ibu tinggal di mana, menjaga kemungkinan bila ada ibu yang namanya sama. Agar dapat dipastikan ibu yang mana yang hendak ditolong untuk kunjungan pasien. (Cristina, 1989:84)
~ Keluhan utama : keluhan yang dirasakan klien misalnya nyeri perut bagian bawah, berkeringat dingin, kepala pusing, kelelahan. (Cristina, 1980:87)
~ Riwayat kesehatan keluarga
Ditanyakan mengenai latar belakang kesehatan keluarga, terutama :
- Anggota keluarga yang mempunyai penyakit tertentu terutama penyakit menular (TBC, hepatitis).
- Penyakit keluarga yang dapat diturunkan (jantung).
- Keturunan hamil kembar.
Informasi ini penting untuk melihat kemungkinan yang dapat terjadi pada ibu hamil dan mengupayakan pencegahannya dan penanggulangannya. (Depkes RI, 1993:65)
~ Riwayat kesehatan
 Ibu hamil dengan riwayat penyakit hipertensi perlu ditentukan pimpinan persalinan dan kemungkinan bisa menyebabkan transient hipertension.
 Ibu hamil dengan riwayat penyakit TBC akut kemungkinan bisa menyebabkan kuman saat persalinan dan bisa menular pada bayi.
 Ibu dengan riwayat DM mempunyai pengaruh terhadap persalinannya dan bayi bisa cacat bawaan, janin besar.
 Ibu menderita hepatitis kemungkinan besar bayi akan tertular melalui ASI. (Sarwono, 1999:401)
~ Riwayat kebidanan
 Haid
Menarche pada umur pubertas 12-16 tahun, selama haid siklus teratur 28-35 hari, lama 3-7 hari, dengan pengeluaran darah + 50-70 cc ibu tidak mengalami gangguan haid. (Sarwono, 1999:103)
 Riwayat kehamilan dahulu
Ibu mengatakan pada kehamilan yang lalu tidak ada penyulit, periksa ANC minimal 4 kali, imunisasi 2 kali pada umur kehamilan 4-7 bulan. Tanggang waktu pemberian 4 minggu, mendapat obat Fe minimal 90 tablet dan vitamin B complex serta yodium, ibu mendapat penyuluhan perawatan payudara dan senam hamil, nutrisi. (Depkes RI, 2002:8)
 Riwayat persalinan yang lalu
Jika persalinan dahulu terdapat penyulit seperti perdarahan, sectio saesaria, solusio plasenta, plasenta previa yang kemungkinan dapat terjadi atau timbul pada persalinan sekarang, hingga dapat mempengaruhi nifas.
 Riwayat nifas yang lalu
Adanya penyakit nifas yang lalu (perdarahan, febris, kemungkinan terjadi penyulit pada nifas sekarang, misalnya : syok pada masa nifas seperti syok haemoragik, syok kardiogenik, infeksi pada nifas), lactasi keluar lancar, menyusui anak sampai umur 2 tahun.
~ Riwayat kehamilan / persalinan sekarang
 Kehamilan sekarang
(1) ANC minimal 4 kali selama hamil.
Trimester I : 1 kali
Trimester II : 1 kali sebulan
Trimester III : 2 kali
Optimalnya ANC setiap :
Umur kehamilan 3 - 6 bulan : 1 bulan sekali.
Umur kehamilan 6 - 8 bulan : 2 minggu sekali.
Umur kehamilan 9 bulan : 1 minggu sekali.
Ibu hamil rutin periksa dapat diketahui hamil mendapatkan Fe 90 tablet, B complex, kalsium, yodium, selama kehamilan imunisasi selama hamil 2 kali dengan jarak pemberian 4 minggu, setelah mendapat penyuluhan, perawatan payudara, senam hamil, nutrisi, ibu merasakan pergerakan anak mulai umur kehamilan 5 bulan. (Modul 2, 2002:8)
(2) Komplikasi
- Pusing kemungkinan ibu menderita anemei yang bsia menyebabkan perdarahan post partum.
- Kejang kemungkinan gejala eklamsi yang bisa menimbulkan gawat janin dan ibu.
- Ibu tanpa komplikasi persalinan akan berlangsung dengan lancae. (Modul 2, 2002:8)
 Riwayat persalinan
Riwayat persalinan secara normal, spontan belakang kepala, ditolong bidan.
Kala I
- Untuk primigravida berlangsung + 12,5 jam kontraksi yang sebelumnya tidak teratur menjadi teratur lebih lama dan kuat sehingga pembukaan menjadi lengkap 10 cm.
- Untuk multi berlangsung 7 jam 20 menit.
Bayi multi para fase laten mengamil waktu 5-6 jam sedangkan persalinan selanjutnya hanya membutuhkan waktu 1 jam. (APN, 2003:2-2)
Kala II
Primi berlangsung 60 menit dan multi 30 menit dengan his menjadi lebih kuat, kontraksinya 50-100 detik, datangnya tiap 2-3 menit. (Sulaiman, 1983:264)
Kala III
Primigravida berlangsung 10 menit, multi gravida berlangsung 10 menit.
Kala IV
Berlangsung 1 jam setelah plasenta lahir. (Sulaiman, 1983:264)
~ Pola kebiasaan sehari-hari
Selama nifas ibu mengalami perubahan pemenuhan nutrisi yaitu mengkonsumsi tambahan 500 kalori per hari, makan dengan diet berimbang untuk mendapatkan protein, mineral dan vitamin yang cukup, minum sedikitnya 3 liter air setiap hari.
(1) Eliminasi
Anjurkan ibu BAK dan BAB teratur untuk memperlancar kontraksi uterus.
(2) Istirahat
Selama nifas ibu dianjurkan untuk istirahat cukup untuk mencegah kelelahan yang berlebihan. Sarankan ibu untuk kembali ke kegiatan-kegiatan rumah tangga secara perlahan-lahan, serta untuk tidur siang atau beristirahat selagi bayi tidur. Kurang istirahat akan mempengaruhi ibu dalam produksi ASI yang berkurang, memperlambat involusio uterus dan memperbanyak perdarahan dan menyebabkan depresi dan ketidakmampuan untuk merawat bayi dan dirinya sendiri.
(3) Personal hygiene ibu nifas untuk mencegah terjadinya infeksi karena masuknya kuman-kuman penyakit pada luka-luka jalan lahir.
(4) Aktifitas
Kebijaksanaan untuk ibu nifas untuk selekas mungkin membimbing penderita kelaur dari tempat tidurnya dan membimbingnya selekas mungkin berjalan.
(5) Sexual
Secara fisik aman untuk memulai hubungan suami istri begitu darah merah berhenti dan ibu dapat memasukkan satu atau dua jarinya ke dalam vagina tanpa rasa nyeri. Begitu darah merah berhenti dan ibu tidak merasa nyeri, aman untuk memulai melakukan hubungan suami istri kapan saja ibu siap.
(Anonim, 2002:n27)

Data Objektif
~ Pemeriksaan umum
Keadaan umum
Kesadaran
 Status gizi :
- TB ibu lebih dari 145 cm, bila kurang curiga kesempitan panggul.
- Kenaikan BB selama hamil 6,5 – 16 kg rata-rata 12,5 kg.
- Tanda vital :
Suhu : normal, lebih dari 280 C kemungkinan infeksi.
Nadi : normal, kurang dari 100 x/menit, bila lebih dari 100 x/menit dan urine pekat, kemungkinan ibu dehidrasi, suhu lebih dari 380 C menandakan infeksi.
Tekanan darah : normal kurang dari 140/90 mmHg, lebih dari 140/90 mmHg sampai dengan 160/110 mmHg menandakan preeklamsi ringan.
Pernafasan ibu bersalin dengan pernafasan pendek. Hal ini dikarenakan kelelahan dan kesakitan, bila mendapat pernafasan pendek, tidak teratur, maka kemungkinan hipoksia / cyanosis. (Cristina, 1989:45)
~ Pemeriksaan fisik
 Inspeksi dan palpasi
Payudara : puting susu pecah atau tidak, pendek, rata, adanya nyeri tekan, abses, pembengkakan / ASI berhenti dan pengeluaran ASI.
Perut/uterus : posisi uterus/tinggi fundus uteri, kontraksi uterus, ukuran kandung kemih.
Vulva/perineum : pengeluaran lokea, penjahitan laserasi atau luka episiotomi, penmbengkakan, perdarahan , luka haemorrhoid.
Ekstremitas : varices, betis apakah lemah dan panas, eclema, tanda homan.
2) Diagnosa masalah dan kebutuhan ibu post partum
Melakukan identifikasi yang benar terhadap masalah atau diagnosa berdasarkan interpretasi yang benar atas data-data yang telah dikumpulkan. Diagnosa, masalah dan kebutuhan ibu post partum tergantung dari hasil pengkajian terhadap ibu.
Contoh :
- Post paertum hari pertama.
- Perdarahan nifas.
- Sub involusio.
- Anemia post partum.
- Pre eklamsi.
- Post sectio caesaria.
Masalah :
- Ibu kurang informasi.
- Ibu tidak pernah ANC.
- Sakit pada luka episiotomi.
- Keluhan mulai yang mengganggu rasa nyaman.
- Buah dada bengkak dan sakit.
Kebutuhan :
- Penjelasan tentang pencegahan infeksi.
- Tanda-tanda bahaya.
- Kontak dengan bayi sesering mungkin (Bonding and attachment).
- Penyuluhan perawatan buah dada.
- Bimbingan menyusu.
- Penjelasan tentang metode KB.
- Imunisasi bayi.
- Kebiasaan yang tidak bermanfaat bahkan dapat membahayakan.
3) Identifikasi diagnosa dan masalah potensial
Mengidentifikasi diagnosa atau masalah potensial yang mungkin akan terjadi berdasarkan masalah atau diagnosa yang sudah diidentifikasikan dan merencanakan antisipasi tindakan.
Contoh :
(1) Diagnosa potensial
- Hipertensi post partum
- Anemia post partum
- Subinvolusio
- Perdarahan post partum
- Febris post partum
- Infeksi post partum.
(2) Masalah
- Potensial bermasalah dengan ekonomi.
- Sakit pada luka bekas episiotomi.
- Nyeri kepala.
- Mules.
Antisipasi tindakan :
- Supaya tidak terjadi anemia, diberi tablet besi.
- Ibu dianjurkan menabung agar tidak bermasalah dengan pembiayaan.
4) Identifikasi dan menetapkan tindakan segera
Mengidentifikasi dan menetapkan perlunya tindakan segera oleh bidan atau dokter untuk dikonsultasikan atau ditangani bersama dengan anggota tim kesehatan yang lain sesuai dengan kondisi pasien.
Contoh :
- Ibu kejang, segera lakukan tindakan segera untuk mengatasi kejang dan segera berkolaborasi merujuk ibu untuk perawatan selanjutnya.
- Ibu tiba-tiba mengalami perdarahan. Lakukan tindakan segera sesuai dengan keadaan pasien, misalnya tiba-tiba kontraksi uterus itu kurang baik segera berikan uterotonika. Bila teridentifikasi adanya tanda-tanda sisa plasenta, segera berkolaborasi dengan dokter untuk tindakan kuretage.
5) Membuat rencana asuhan
Merencanakan asuhan menyeluruh yang rasional sesuai dengan temuan dari langkah sebelumnya.
 Perencanaan
Dx : Nifas fisiologis 2 jam post aprtum dengan masalah kurangnya informasi tentang proses nifas pada ibu.
Tujuan : Ibu dapat mengerti tentang keadaan fisiologis dan tidak terjadi komplikasi pada masa nifas.
Kriteria : - Ibu mengerti tentang proses involusi dan laktasi.
- Kontraksi uterus baik.
- ASI lancar.
 Intervensi
(1) Lakukan pendekatan pada pasien secara therapeutik.
R/ Dengan pendekatan diharapkan dapat terjalin rasa percaya antara pasien dengan petugas kesehatan dan pasien dapat lebih kooperatif.
(2) Beri penjelasan pada pasien tentang proses masa nifas.
R/ Dengan penjelasan yang baik tentang proses masa nifas diharapkan pasien paham dan dapat beradaptasi dengan keadaannya saat ini.
(3) Anjurkan pada ibu untuk mobilisasi dini.
R/ Dengan mobilisasi akan memperlancar pengeluaran lochea dan mempercepat involusi alat-alat kandungan.
(4) Berikan penyuluhan tentang personal hygiene.
R/ Dengan pengetahuan tentang personal hygiene dapat menghindari kuman dan mencegah infeksi.
(5) Anjurkan pada ibu tentang perawatan payudara.
R/ Dengan pengetahuan tentang perawatan payudara dapat membantu proses laktasi.
(6) Motivasi pada ibu untuk makan-makanan yang bergizi.
R/ Dengan nutrisi yang baik dan bergizi kebutuhan kalori dapat terpenuhi sehingga keadaan ibu membaik.
(7) Anjurkan pada ibu untuk meneteki bayinya sesering mungkin.
R/ Dengan meneteki dapat mempercepat proses involusi dan menjalin hubungan kasih sayang antara ibu dan bayi.
(8) Observasi keadaan umum ibu, kontraksi uterus, TFU dan lochea.
R/ Dengan observasi dapat mendeteksi dini adanya subinvolusio.
(9) Observasi jahitan perineum.
R/ Dengan observasi dapat mendeteksi dini kemungkinan infeksi.
(10) Observasi puerperium tiap hari.
R/ Dengan observasi puerperium dapat mendeteksi dini jika terjadi kelainan.
(11) Ajarkan kepada ibu teknik massase fundus uteri.
R/ Dengan masase fundus uteri dapat merangsang kontraksi uterus dan mengontrol perdarahan.
6) Implementasi
Perencanaan ini bisa dilakukan seluruhnya oleh bidan atau sebagian dilakukan oleh bidan atau anggota tim kesehatan lainnya.
Mengarahkan atau melaksanakan rencana asuhan segera secara efisien dan aman terhadap ibu post partum.
7) Evaluasi
Mengevaluasi keefektifan dari asuhan yang sudah diberikan meliputi pemenuhan akan bantuan apakah benar-benar telah terpenuhi sesuai dengan kebutuhan sebagaimana telah diidentifikasi di dalam masalah dan diagnosa.


DAFTAR PUSTAKA


Ibrahim, Cristina, 1996, Perawatan Kebidanan (Perawatan Nifas) Jilid II, Jakarta : Bharata.

Manuaba, IBG, 1998, Ilmu Kebidanan, Penyakit Kandungan dan Keluarga Berencana, Jakarta : EGC.

Mochtar, Rustam, 1998, Sinopsis Obstetri¸ Jakarta : EGC.

Saifuddin, Abdul Bari, 2001, Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal, Jakarta : JNPKKR-POGI.

Sastrawinata, Sulaiman, 1983, Obstetri Fisiologi, Bandung : UNPAD.
ALAT KONTRASEPSI IMPLAN
( SUSUK KB )

A. PENGERTIAN
Kontrasepsi adalah menghindari atau mencegah terjadinya kehamilan sebagai akibat pertemuan sel telur yang matang dengan sel sperma (Manuaba, 2000)
Alat kontrasepsi bawah kulit adalah alat kontrasepsi pembentuk kapsul silatik berisi hormon progesteron (progesteron sintetik) yang ditanamkan dibawah kulit (Manuaba, 2000).
Susuk disebut alat kontrasepsi bawah kulit, karena dipasang di bawah kulit pada lengan atas,alat kontrasepsi ini disusupkan di bawah kulit lengan atas sebelah dalam.Bentuknya semacam tabung-tabung kecil atau pembungkus plastik berongga dan ukurannya sebesar batang korek api.Susuk dipasang seperti kipas dengan enam buah kapsul atau tergantung jenis susuk yang akan dipakai.Di dalamnya berisi zat aktif berupa hormon.Susuk tersebut akan mengeluarkan hormon sedikit demi sedikit.Jadi,konsep kerjanya menghalangi terjadinya ovulasi dan menghalangi migrasi sperma.Pemakaian susuk dapat diganti setiap 5 tahun, 3 tahun, dan ada juga yang diganti setiap tahun.Pencabutan bisa dilakukan sebelum waktunya jika memang ingin hamil lagi.
Berbentuk kapsul silastik (lentur), panjangnya sedikit lebih pendek daripada batang korek api.Jika Implant dicabut kesuburan bisa pulih dan kehamilan bisa terjadi,Cara pencabutan Implan hampir sama dengan pemasangannya yaitu dengan penyayatan kecil dan dilakukan oleh petugas kesehatan yang terlatih.Sebelum pemasangan Implan sebaiknya kesehatan Ibu diperiksa terlebih dahulu,dengan tujuan untuk mengetahui apakah Ibu bisa memakai Implan atau tidak.

B. MACAM IMPLANT
1. Non Biodegradable Implant
a. Norplant (6 kapsul), berisi hormon levonorgestrel, daya kerja 5 tahun.
b. Norplant-2(2batang), berisi hormon levonorgestrel, daya kerja 3 tahun.
c. Norplant 1 batang, berisi hormon ST – 1435, daya kerja 2 tahun.
d. Norplant 1 batang,1 batang berisi hormon 3 keto desogestrel, daya kerja 2,5 – 4 tahun.
Saat ini di Indonesia sedang di ujii coba IMPLANON, implant 1 batang dengan panjang 4 cm, diamater luar 2 mm, terdiri dari suatu EVA (Ethylene Vinyl Acetate) berisi 60 mg 3 ketodesogestrel yang dikelilingi suatu membran EVA, berdaya kerja 2 – 3 tahun.
2. Biodegradable
Yang sedang diuji coba saat ini :
• Copronor PP
Suatu kapsul polymer berisi hormon levronorgastel dengan daya kerja 18 bulan.
• Pellets
Berisi norethindrone dan sejumlah kecil kolesterol,daya kerja 1 tahun
3. Yang Paling Sering Dipakai
a. Norplant
1) Dipakai sejak tahun 1987
2) Terdiri dari 6 kapsul silastik (karet silicone) yang berisi dengan hormon levonorgestrel dan uung – ujung kapsul ditutup dengan silastik adhesive
3) Sangat efektif untuk mencegah kehamilan 5 tahun
4) Saat ini norplan yang paling banyak dipakai
b. Implanon
1) Dipakai sejak tahun 1987
2) Terdiri dari 2 batang silatik yang padat panjang tiap batang 40 mm, diameter 2,4 mm
3) Masing – masing batang diisi dengan 68 mg 3 ketodesogastrel di 2 matriks batang
4) Sangat efektif untuk mencegah kehamilan selama 3 tahun


c. Jadena dan indoplant
Terdiri dari 2 batang yang diisi dengan 75 mg levonorgastrel dengan lama kerja 3 tahun




PEMASANGAN IMPLAN KAPSUL

A. PERSIAPAN
Penting bahwa alat – alat dalam kondisi yang baik ( misalnya : trokar, dan scalpel harus tajam ). Selain itu, periksa semua alat dan bahan lain telah disterilkan atau di DTT. Batang implant tersimpan dalam kemasan steril, beralas kertas, dan terlindung dari panas. Alkon tersebut akan tetap steril untuk 3 tahun selama tidak rusak dan tidak disimpan di tempat yang lembab dan panas.

B. PERSIAPAN KLIEN
Walaupun kulit dan integumennya sulit untuk disterilisasi, pencucian dan pemberian antiseptic pada daerah operasi tempat implant akan dipasang dapat mengurangi jumlah mikroorganisme di daerah kulit klien. Kedua tindakan ini pada kenyataannya sangat bermanfaat dalam mengurangi resiko terjadinya infeksi pada saat insersi atau pencabutan implant. Bila prosedur pencucian dan kaidah tindakan antiseptic dilakukan dengan benar, angka kejadian infeksi saat insersi dan pencabutan implant akan sangat rendah ( kurang dari 1 persen ). Dengan demikian pemberian antibiotic profilaktik tidak dianjurkan.

C. PERALATAN DAN INSTRUMEN UNTUK INSERSI
 Meja periksa untuk berbaring klien
 Alat penyngga lengan ( tambahan )
 Batang implant dalam kantong
 Kain penutup steril ( disinfeksi tingkat tinggi ) serta mangkok untuk tempat meletakkan implant.
 Sepasang sarung tangan karet bebas bedak yang sudah steril ( atau didisinfeksi tingkat tinggi )
 Sabun untuk mencuci tangan
 Larutan antiseptic untuk disenfeksi kulit ( mis : larutan betadin atau jenis golongan povidon iodine lainnya ), lengkap dengan cawan / mangkok antikarat
 Zat anastesi local ( konsentrasi 1 % tanpa epinefrin ).
 Semprit ( 5 – 10 ml ), dan jarum suntik ( 22 G ) ukuran 2,5 sampai 4 cm ( 1-1,5 per inchi )
 Trokar 10 dan mandarin
 Scalpel 11 atau 15
 Kasa pembalut, band aid atau plester
 Kasa steril dan pembalut
 Epinefrin untuk renjatan anafilaktik ( harus tersedia untuk keperluan darurat )
 Klem penjepit atau forsep mosquito ( tambahan )
 Bak / tempat instrument ( tertutup )





D. PENERANGAN KEPADA KLIEN
 Bimbing / berikan kesempatan pada klien untuk bertanya tentang keterangan yang
telah diberikan dan tentang apa yang akan dilakukan pada dirinya.
 Peragakan peralatan yang akan digunakan serta jelaskan tentang prosedur apa
yang akan dikerjakan
 Jelaskan bahwa klien akan mengalami sedikit rasa sakit saat penyuntikan zat
anestesi local, sedangkan prosedur insersinya sendiri tidak akan menimbulkan
rasa nyeri
 Prinsip – prinsip dan tata cara pemasangan dan pencabutan implant secara umum
adalah sama, baik implant yang menggunakan dua batang ( indoplan ) maupun
satu batang ( implanon )
 Tenteramkan hati klien setelah tindakan insersi.

E. KUNCI KEBERHASILAN PEMASANGAN
 Untuk tempat pemasangan kapsul, pilihlah lengan klien yang jarang digunakan.
 Gunakan cara pencegahan infeksi yang dianjurkan
 Pasyikan kapsul – kapsul tersebut ditempatkan sedikitnya 8 cm di atas lipat siku, di daerah medial lengan
 Insisi untuk pemasangan harus kecil, hanya sekedar menembus kulit. Gunakan scalpel atau trokar tajam untuk membuat insisi.
 Masukkan trokar melalui luka insisi dengan sudut yang kecil, superficial tepat di bawah kulit. Waktu memasukkan trokar jangan dipaksakan.
 Trokar harus dapat mengangkat kulit setiap saat, untuk memastikan pemasangan tepat di bawah kullit.
 Pastikan 1 kapsul benar – benar keluar dari trokar sebelum kapsul berikutnya dipasang ( untuk mencegah kerusakan kapsul sebelumnya, pegang kapsul yang sudah terpasang tersebut dengan jari tengah dan masukkan trokar pelan – pelan disepanjang tepi jari tersebut.
 Setelah selesai memasang, bila sebuah ujung kapsul menonjol keluar atau terlalu dekat dengan luka insisi, harus dicabut dengan hati – hati dan dipasang kembali dalam posisi yang tepat.
 Jangan mencabut ujung trokar dari tempat insisi sebelum semua kapsul dipasang dan diperiksa seluruh posisi kapsul. Hal ini untuk memastikan bahwa kedua kapsul dipasang dengan posisi yang benar dan pada bidang yang sama di bawah kulit.
 Gambar tempat kapsul tersebut pada rekam medic dan buat catatan bila ada kejadian tidak umum yang mungkin terjadi selama pemasangan.

F. PENATALAKSANAAN UMUM
Kapsul implant di pasang tepat di bawah kulit di atas lipat siku, di daerah medial
lengan atas ( gambar 20-2). Untuk tempat pemasangan kapsul, pilihlah lengan klien yang jarang digunakan.






Pertama, cuci lengan dengan air dan sabun, kemudian usap dengan antiseptic dan suntik anestesi local. Buat insisi kecil hanya sekedar menembus kulit, sekitar 8 cm di atas lipat siku. Setiap kapsul dimasukkan melalui trokar khusus ( nomor 10 ) dan dipasamg tepat dibawah kulit.
Tidak diperlukan penjahitan untuk menutup luka insisi, cukup dengan band aid.
Ingat ; yang terpenting kapsul dipasang superficial, tepat di bawah kulit ( dermis ). Pemasangan yang dalam akan menyebakan pencabutan menjadi sulit.

Sebelum memulai tindakan, periksa kembali untuk memastika apakah klien :
o Sedang minum obat yang dapat menurunkan efektifitas implant,
o Sudah mendapat anestesi local sebelumnya, dan
o Alergi terhadap obat anestesi local atau jenis obat lainnya.

G. PERSIAPAN PEMASANGAN
Langkah 1
Persilahkan klien mencuci seluruh lengan dengan sabun dan air yang mengalir, serta membilasnya. Pastikan tidak terdapat sisa sabun ( sisa sabun menurunkan efektivitas antiseptic tertentu ). Langkah ini sangat penting bila klien kurang menjaga kebersihan dirinya untuk menjaga kesehatannya dan mencegah penularan penyakit.
Langkah 2
Tutup tempat tidur klien dan penyangga lengan atau meja samping, bila ada dengan kain bersih.

Langkah 3
Persilahkan klien berabring dengan lengan yang lebih jarang digunakan ( misalnya : lengan kiri ) diletakkan pada lengan penyangga atau meja samping. Lengan harus disangga dengan baik dan dapat digerakkan lurus atau sedikit bengkok sesuai dengan posisi yang disukai klinisi untuk memudahkan pemasangan. Gambar 20-2
Langkah 4
Tentukan tempat pemasangan yang optimal, 8 cm di atas lipatan siku.

Langkah 5
Siapkan tempat alat – alat dan buka bungkus steril tanpa menyentuh alat – alat didalamnya.
Langkah 6
Buka dengan hati – hati kemasan steril implant dengan menarik kedua lapisan pembungkusnya dan jatuhkan seluruh kapsul dalam mangkok steril.
Ingat : kapsul yang tersentuh kapas atau bahan lain akan menjadi lebih reaktif ( lebih sering menyebakan perlekatan atau jaringan parut karena partikel kapas menempel pada kapsul silastik )
Bila tidak ada mangkok steril, kapsul dapat diletakkan dalam mangkok yang didisinfeksi tingkat tinggi ( DTT ) atau pada baki tempat alat – alat. Pilihan lain adalah dengan menbuka sebagian kemasan dan mengambil kapsul satu demi satu dengan klem steril atau DTT saat melakukan pemasangan. Jangan menyentuh bagian dalam kemasan atau isinya kecuali dengan alat yang ateril atau DTT.
Catatan : bila kapsul jatuh ke lantai, kapsul tersebut telah terkontaminasi. Buka kemasan baru dan teruskan pemasangan. ( jangan melakukan sterilisasikan ulang pada kapsul yang terkontaminasi ).

H. TINDAKAN SEBELUM PEMASANGAN

Langkah 1
Cuci tangan dengan sabun dan air mengalir, keringkan dengan kain bersih.

Langkah 2
Pakai sarung tangan steril atau DTT ( ganti sarung tangan untuk setiap klien guna mencegah kontaminasi silang ).
Catatan : jangan menggunakan bedak untuk memakai sarung tangan. Butir – butir bedak yang halus dapat jatuh ke tempat insisi dan menyebabkan terjadinya jaringan parut ( reaksi jaringan ikat ). Bila sarung tangan diberi bedak, bersihkan dengan kasa steril yang direndam dengan air steril atau air mendidih.

Langkah 3
Atur alat dan bahan – bahan sehingga mudah dicapai. Hitung kapsul untuk memastikan jumlahnya.

Langkah 4
Persiapkan tempat insisi dengan larutan antiseptic. Gunakan klem steril atau DTT untuk memegang kasa berantiseptik. ( bila memegang kasa berantiseptik hanya dengan tangan, hati – hati jangan sampai mengontaminasi sarung tangna dengan menyentuh kulit yang tidak steril ). Mulai mengusap dari tempat yang akan dilakukan ke arah luar dengan gerakan melingkar sekitar 8 – 13 cm dan dibiarkan kering ( sekitar 2 menit ) sebelum memulai tindakan. Hapus antiseptic yang berlebihan hanya bila tanda yang sudah dibuat tidak terlihat.

Langkah 5

Bila ada gunakan kain penutup (doek) yang mempunyai lubang untuk menutupi lengan. Lubang tersebut harus cukup lebar untuk memaparkan tempat yang akan dipasang kapsul. Dapat juga dengan menutupi lengan di bawah tempat pemasangan dengan kain steril. (gambar 20-4)

Langkah 6
Setelah memastikan (dari anamesis) tidak alergi terhadap obat anestesi, isi alat suntik dengan 3 ml obat anestesi ( 1 % tanpa epinefrin ). Dosis ini sudah cukup untuk menghilangkan rasa sakit selama memasang kapsul implant.



Langkah 7
Masukkan jarum tepat di bawah kulit pada tempat insisi (yang berdekatan dengan siku) kemudian lakukan aspirasi untuk memastikan jarum tidak masuk ke dalam pembuluh darah. Suntikkan sedikit obat anestesi untuk membuat gelembung kecil di bawah kulit. Kemudian tanpa memindahkan jarum , masukkan ke bawah kulit (subdermis) sekitar 4 cm (gambar 20-5). Hal ini akan membuat kulit (dermis) terangkat dari jaringan lunak di bawahnya. Kemudian tarik jarum pelan – pelan sehingga membentuk jalur sambil menyuntikkan obat anestesi sebanyak 1 ml diantara tempat untuk memasang kapsul.


Catatan : untuk mencegah toksisitas, dosis total tidak boleh melebihi 10 ml (10 g /l ) dari 1 % anestesi local tanpa epinefrin.

I. PEMASANGAN KAPSUL
Sebelum membuat insisi, sentuh tempat insisi dengan jarum atau skapel (pisau
bedah) untuk memastikan obat anestesi telah bekerja.
Langkah 1
Pegang skapel dengan sudut 45 º, buat insisi dangkal hanya untuk sekedar menembus kulit kulit. Jangan mebuat insisi yang panjang atau dalam.
Langkah 2
Ingat kegunaan kedua tanda pada trokar. Trokar harus dipegang dengan ujung yang tajam menghadap ke atas (gambar 20-60. Ada 2 tanda pada trokar, tanda (1) dekat pangkal menunjukkan batas trokar dimasukkan ke bawah kulit sebelum memasukkan setiap kapsul. Tanda (2) dekat ujung menunjukkan batas trokar yang harus tetap di bawah kulit setelah memasang setiap kapsul.


Langkah 3
Dengan ujung yang tajam menghadap ke atas dan pendorong di dalamnya masukkan ujung trokar melalui luka insisi dengan sudut kecil. Mulai dari kiri atau kanan pada pola seperti kipas, gerakkan trokar ke depan dan berhenti saat ujung tajam seluruhnya berada di bawah kulit (2-3 mm dari akhir ujung tajam) 9 gambar 20-7 ) memasukkan trokar jangan dengan paksaan. Jika terdapat tahanan, coba dari sudut lainnya.



Langkah 4
Untuk meletakkan kapsul tepat di bawah kulit, angkat trokar ke atas, sehingga kulit terangkat. Masukkan trokar perlahan – lahan dan hati – hati kearah ke arah tanda (1) dekat pangkal (gambar 20-6). Trokar harus cukup dangkal sehingga dapat diraba dari luar dengan jari. Trokar harus selalu terlihat mengangkat kulit selama pemasangan. Masuknya trokar akan lancer bila berada di bidang yang tepat di bawah kulit.
Catatan : jangan menyentuh trokar terutama bagian tabung yang masuk ke bawah kulit untuk mencegah trokar terkontaminasi pada waktu memasukkan dan menarik keluar.
Langkah 5
Saat trokar masuk sampai tanda (1), cabut pendorong dari trokar.
Langkah 6
Masukkan kapsul pertama ke dalam trokar. Gunakan ibu jari dan telunjuk atau pinset atau klem untuk mengambil kapsul dan memasukkan ke dalam trokar. Bila kapsul diambil dengan tangan , pastikan sarung tangan tersebut bebas dari bedak atau partikel lain. (untuk mencgah kapsul jatuh pada waktu dimasukkan ke dalam trokar, letakkan satu tangan di bawah kapsul untuk menagkap bila kapsul tersebut jatuh). (Gambar 20-8)

Dorong kapsul sampai seluruhnya masuk ke dalam trokar dan memasukkan kembali pendorong. (gambar 20-9).

Langkah 7
Gunakan pendorong untuk mendorong kapsul ke arah ujung trokar sampai terasa ada tahanan, tapi jangan mendorong dengan paksa. 9akan terasa tahanan pada saat sekitar setengah bagian pendorong masuk ke dalam trokar0)
Langkah 8
Pegang pendorong dengan erat ditempatnya dengan satu tangan untuk menstabilkan. Tarik tabung trokar dengan menggunakan ibu jari dan telunjuk ke arah luka insisi sampai tanda (2) muncul di tepi luka insisi dan pangkalnya menyentuh pegangan pendorong (gambar 20-10). Hal yang penting pada langkah ini adalah menjaga pendorong tetap di tempatnya dan tidak mendorong kapsul ke jaringan.



Langkah 9
Saat pangkal trokar menyentuh pegangan pendorong, tanda (2) harus terlihat di tepi luka insisi dan kapsul saat itu keluar dari trokar tepat berada di bawah kulit (gambar 20-11). Raba ujung kapsul dengan jari untuk memastikan kapsul sudah keluar seluruhnya dari trokar.
Catatan : pengasahan trokar yang berulang akan memendekkan trokar sehingga mengurangi jarak ke tanda (2), karena itu saat memakai trokar yang diasah, jangan menarik trokar terlalu jauh ke belakang karena akan keluar dari tepi luka insisi.
Hal yang penting adalah kapsul bebas dari ujung trokar untuk menghindari terpotongnya kapsul saat trokar digerakkan untuk memasang kapsul berikutnya.

Langkah 10
Tanpa mengeluarkan seluruh trokar, putar ujung dari trokar kea rah lateral kanan dan kembalikan lagi ke posisi semula (gambar 20-12) untuk memastikan kapsul pertama bebas. Selanjutnya geser trokar sekitar 15-25 derajat. Untuk melakukan itu, mula – mula fiksasi kapsul pertama dengan jari telunjuk dan masukkan kembali trokar pelan – pelan sepanjang sisi jari telunjuk tersebut sampai tanda (1) (gambar 20-13). Hal ini akan memastikan jarak yang tepat antara kapsul dan mencegah trokar menusuk kapsul yang dipasang sebelumnya. Bila tanda (1) sudah tercapai, masukkan kapsul berikutnya ke dalam trokar dan lakukan seperti sebelumnya (langkah 5-9) sampai seluruh kapsul terpasang.

Langkah 11
Pada pemasangan kapsul berikutnya, untuk mengurangi resiko infeksi atau ekspulsi , pastikan bahwa ujung kapsul yang terdekat kurang lebih 5 mm dari tepi luka insisi.
Langkah 12
Sebelum mencabut trokar, raba kapsul untuk memastikan kapsul semuanya telah terpasang.
Langkah 13
Ujung dari semua kapsul harus tidak ada pada tepi luka insisi (sekitar 5 mm). bila sebuah kapsul keluar atau terlalu dekat dengan luka insisi, harus dicabut denagn hati – hati di pasang kembali di tempat yang tepat.
Langkah 14
Setelah kapsul terpasang semuanya dan posisi setiap kapsul sudah diperiksa, keluarkan trokar pelan – pelan. Tekan tempat insisi dengan jari menggunakan kasa selama 1 menit untuk menghentikan perdarahan. Bersihkan tempat pemasangan dengan kasa berantiseptik.




J. TINDAKAN SETELAH PEMASANGAN KAPSUL
a) Menutup luka insisi
 Temukan tepi kedua insisi dan gunakan band aid atau plester denagn kasa steril untuk menutup luka insisi. Luka insisi tidak perlu dijahit karena dapat menimbulkan jaringan parut.
 Periksa adanya perdarahan. Tutup daerah pemasangan dengan pembalut untuk hemostasis dan mengurangi memar (perdarahan subkutan).
b) Perawatan klien
 Buat catatan pada rekam medic tempat pemasangan kapsul dan kejadian tidak umum yang mungkin terjadi selama pemasangan. ( gambar sederhana yang memperlihatkan kira – kira tempat
 Amati klien lebih kurang 15 sampai 20 menit untuk kemungkinan perdarahan dari luka insisi atau efek lain sebelum memulangkan klien. Beri petunjuk untuk perawatan luka insiis setelah emasangan, kalau bias diberikan secara tertulis
K. PETUNJUK PERAWATAN LUKA INSISI DIRUMAH
 Mungkin akan terdapat memar, bengkak atau sakit di daerah insisi selama beberapa hari. Hal ini normal
 Jaga luka insisi tetap kering dan bersih selama paling sedikit 48 jam. Luka insisi dapat mengalami infeksi bila basah saat mandi atau mencuci pakaian.
 Jangan membuka pembalut tekan selama 48 jam dan biarkan band aid ditempatnya sampai luka insisi sembuh (umumnya 3-5 hari).
 Klien dapat segera bekerja secara rutin. Hindari benturan atau luka disaerah tersebut atau menambahkan tekanan.
 Setelah luka insisi sembuh, daerah tersebut dapat disentuh dan dibe rsihkan dengan tekanan normal.
 Bila terdapat tanda – tanda infeksi seperti demam, daerah insisi kemerahan dan panas atau sakit yang menetap selama beberapa hari, segera kembali ke klinik.

L. BILA TERJADI INFEKSI
 Obati dengan pengobatan yang sesuai untuk infeksi local.
 Bila terjadi abses dengan atau tanpa ekspulsi kapsul cabut semua kapsul.

M. PETUNJUK UNTUK MENJAGA AGAR TROKAR TETAP TAJAM
 Pemakaian yang berulang – ulang akan menyebabkan trokar menjadi tumpul. Trokar harus diperiksa diperiksa dengan hati – hati setelah setiap 10 kali pemasangan.
 Setelah selesai dipakai, pisahkan trokar dari pendorongnya. (hal ini untuk menjaga trokar agar tetap tajam).
 Bila trokar tampak telah menjadi tumpul, harus diasah seperti mengasah paisau atau gunting dengan menggunakan batu asah yanh halus.
 Pada waktu mngasah trokar, jangan terlalu berlebihan oleh karenadapat mengubah sudut ketajamannya sehingga trokar tidak bias dipakai lagi. Pengasahan yang berlebihan akan memperpendek trokar, mengurangi jarak ke tanda (2) dekat ujung trokar.
 Masalah lain yang ditimbulkan karena pengasahan yang berlebihan adalah yang berlebihan adalah pada waktu memasukkan pendororng sepenuhnya, maka ujung tumpul pendoromg akan menonjol keluar melewati ujung tajam trokar. Hal ini akan menyulitkan waktu memasukkan trokar tepat dibawah kulit. Bila hal ini terjadi, tarik kembali pendorong sehingga ujung tumpulnya tidak menonjol keluar dari ujung tajam trokar.
 Setelah kira – kira 50 sampai 100 kali pemasangan, trokar harus diganti, tidak boleh diasah lagi
PEMASANGAN IMPLAN JADENA DAN INDOPLANT




Pemasangan implant JENDENA dan INDOPLANT sama dengan pemasangan
NORPLANT hanya berbeda dalam jumlah kapsul yang dipasang yaitu hanya 2 kapsul, kapsulnya lebih panjang dan pemberian obat anestesi cukup 1-2 ml (1% tanpa epinefrin).



PEMASANGAN IMPLAN IMPLANON

Inserter yang digunakan telah berisi 1 buah kapsul di dalamnya dan hanya untuk satu kali pakai. Kemasan inserter tersebut menyerupai alat suntik.


Langkah 1
Persiapkan tempat pemasangan dengan larutan antiseptic.



Langkah 2
Tentukan tempat pemasangan yang optimal 8 cm di atas lipatan siku pada bagian dalam lengan di alur antara otot biseps dan triseps. Gunakan spidol untuk menandai dengan membuat garis sepanjang 6 – 8 cm.
Langkah 3
Setelah memastikan ( dari ananesis ) tidak alergi terhadap obat anestesis, isi alat suntik dengan 2 ml obat anestesi ( 1% tanpa epinefrin ) dan disuntikkan tepat dibawah kulit sepanjang jalur tempat pemaangan. Pemberian anestesi juga dapat dilakukan dengan semprotan.
Langkah 4
Keluarkan inserter dari kemasannya. Regangkan kulit di tempat pemasangan dan masukkan jarum inserter tepat di bawah kulit sampai masuk seluruh panjang jarum inserter. Untuk meletakkan kapsul tepat di bawah kulit, angkat jarum inserter ke atas, sehingga kulit
terangkat.


Langkah 5
Lepaskan segel inserter dengan menopang pendorong inserternya.

Langkah 6
Putar pendorong inserter 90 º atau 180 º dengan mempertahankan pendorong inserter tetap di atas lengan.


Langkah 7
Dengan tangan yang lain secara perlahan tarik jarum keluar dari lengan sambil tetap mempertahankan penopang inserter di tempatnya.
( catatan ; prosedur ini berlawanan dengan suatu penyuntikan, di mana pendorong didorong dan inserter dipertahankan).








PENCABUTAN IMPLAN

A. METODE PENCABUTAN
Metode pencabutan untuk implant NORPLANT, INDOPLANT, maupun INPLANON sama hanya berbeda dalam jumlah kapsul yang terpasang.
Metode standar pencabutan menggunakan klem mosquito atau crile untuk menjepit kapsul telah digunakan sejak awal 1980an. Sejak itu telah banyak dilaporkan modifikasi dari metode standar pencabutan, misalnya metode “pop out” yang diperkenalkan oleh Darney dkk. Pada tahun 1992. Kenyataan bahwa banyak yang memikirkan untuk terus menyempurnakan metode pencabutan, sedang perubahan pada metode pemasangan sangat sedikit, menunjukkan dengan jelas metode standar pencabutan tidak seluruhnya sempurna. Pengamatan ini didukung oleh pengalaman dari berbagai Negara. Dibandingkan pemasangan, pencabutan lebih memerlukan kesabaran dan keahlian. Selain itu pemasangan yang tidak baik ( misalnya terlalu dalam atau tidak menggunakan pola ) menyebabkan pencabutan dengan metode apapun akan memakan waktu yang lama dan lebih banyak perdarahan dibandingkan pada waktu pemasangan.
Praptohardjo dan Wibowo (1993) melaporkan metode baru untuk pencabutan implant norplant yaitu TEKNIK “U”. perbedaan yang besar antara teknik “U’ dan teknik standar adalah ;
• Posisi dan insisi kulit, dan
• Pemakaian klem pemegang implant norplant, merupakan modifikasi klem yang digunakan untuk vasektomi tanpa pisau dengan diameter ujung klem diperkecil dari 3,5 menjadi 2,2 mm.


B. PERSIAPAN BAHAN DAN PERALATAN
Dalam melakukan persiapan, yang penting adalah lat – alat dalam kondisi baik ( misalnya klem harus dapat menjepit dengan kuat dan skapel harus tajam ). Periksa alat – alat dan bahan yang akan dipakai sudah dalam keadaan steril atau DTT.
Peralatan yang diperlukan untuk setiap pencabutan adalah sebagai berikut ( gambar 20-23 ) :
 Meja periksa untuk tempat tidur klien.
 Penyangga lengan atau meja samping.
 Sabun untuk mencuci lengan.
 Kain penutup steril ( bersih ) yang kering.
 Tiga mangkok steril atau DTT ( satu untuk larutan antiseptic, satu tempat air mendidih atau steril berisi kapas bulat untuk membersihkan bedak pada sarung tangan dan satu lagi berisi larutan klorin 0,5% untuk dekontaminasi kapsul yang telah dicabut).
 Sepasang sarung tangan steril/ DTT.
 Larutan antiseptic.
 Anestesi local ( konsentrasi 1% tanpa epinefrin ).
 Tabung suntik ( 5 atau 10ml ) dan jarum suntik dengan panjang 2,5- 4 cm 9nomor 220.





 Scalpel (pisau bedah) nomor 11
 Klem lengkung dan lurus (mosquito dan crile).
 Band aid atau kasa steril dengan plester.
 Kasa pembalut.
 Epinefrin untuk syok anafilaktik ( harus selalu tersedia untuk keadaan darurat ).

C. KONSELING SEBELUM PENCABUTAN
Sebelum mencabut kapsul, ajak klien berbicara tentang alasannya ingin mencabut dan jawab semua pertanyaannya. Tanyakan pada klien tentang tujuan reproduksinya. Terangkan secara ringkas proses pencabutan dan apa yang dapat diharapkan selama dan sesudah pencabutan.

D. PERSIAPAN SEBELUM TINDAKAN
Langkah 1
Persilakan klien untuk mencuci seluruh lengan dan tangan dengan sabun dan air yang mengalir, serta membilasnya. Pastikan tidak terdapat sisa sabun ( sisa sabun menurunkan efektivitas antiseptic tertentu ). Langkah ini sangat penting bila higiene klien buruk.
Langkah 2
Tutup tempat tidur klien ( dan penyangga lengan atau meja samping, bila digunakan ) dengan kain bersih dan kering.
Langkah 3
Persilakan klien berbaring dengan lengan yang lebih jarang digunakan ( misalnya tangan kiri ) diletakkan pada lengan penyangga atau meja samping. Lengan harus disangga dengan baikl dan dapat digerakkan lurus atau sedikit bengkok sesuai dengan posisi yang disukai oleh klinisi untuk memudahkan pencabutan.

Langkah 4
Raba keenam kapsul untuk menentukan lokasinya. Untuk menentukan tempat insisi, raba ( tanpa sarung tangan ) ujung kapsul dekat lipatan siku. Bila tidak dapat meraba kapsul, lihat lokasi pemasangan pada rekam medik klien.





Langkah 5
Pastikan posisi dari setiap kapsul dengan membuat tanda pada kedua ujung setiap kapsul dengan menggunakan spidol

Langkah 6
Siapkan tempat alat – alat dan buka bungkus steril tanpa menyentuh alat – alat didalamnya.

E. TINDAKAN SEBELUM PENCABUTAN
Langkah 1
Cuci tangan dengan sabun dan air mengalir, keringkan dengan kain bersih.
Langkah 2
Pakai sarung tangan steril atau DTT ( ganti sarung tangan untuk setiap klien guna mencegah kontaminasi silang ).
Catatan : jangan menggunakan bedak untuk memakai sarung tangan. Butir – butir bedak yang halus dapat jatuh ke tempat insisi dan menyebabkan terjadinya jaringan jaringan paryt ( reaksi jaringan ikat ). Bila sarung tangan diberi bedak, bersihkan dengan kasa steril yang direndam dengan air steril atau air mendidih.
Langkah 3
Atur alat dan bahan – bahan sehingga mudah dicapai.
Langkah 4
Usap tempat pencabutan dengan kasa berantiseptik. Gunakan klem steril atau DTT untuk memegang kasa tersebut. ( Bila memegang kasa berantiseptik hanya dengan tangan, hati – hati jangan sampai mengkontaminasi sarung tangan dengan menyentuh kulit yang tidak steril ). Mulai mengusap dari tempat yang akan dilakukan insisi kea rah luar dengan gerakan melingkar sekitar 8 – 13 cm dan biarkan kering ( sekitar 2 menit ) sebelum memulai tindakan. Hapus antiseptic yang berlebihan hanya bila tanda yang sudah dibuat tidak terlihat.
Langkah 5
Bila ada gunakan kain ( doek ) lubang untuk menutupi lengan. Lubang tersebut harus cukup lebat untuk memaparkan lokasi kapsul. Dapat juga untuk menutupi lengan di bawah tempat kapsul dipasang dengan menggunakan kain steril ( Pilihan lain adlah menggunakan kain yang telah didekontaminasi, dicuci dan dikeringkan di udara atau dengan mesin pengering ).
Langkah 6
Sekali lagi raba seluruh kapsul untuk menetukan lokasinya.
Langkah 7
Setelah memastikan klien tidak alergi terhadap obat anestesi, isi alat suntuk dengan 3 ml obat anestesi ( 1% tanpa epinefrin ). Masukkan jarun dibawah kulit pada tempat insisi akan dibuat, kemudian lakukan aspirasi untuk memastikan jarum tiadak masuk ke dalam pembuluh darah. Suntukan sedikit obat anestesi untuk membuat gelembung kecil di bawah kulit. Masukkan jarum secara hati – hati di bawah ujung kapsul pertama sampai lebih kurang sepertiga panjang kapsul ( 1cm ), tarik jarum pelan – pelan sambil menyuntikan obat anestesi ( kira – kira 0,5 ml ) untuk mengangkat ujung kapsul.









F. TINDAKAN PENCABUTAN KAPSUL
Metode standar
Langkah 1
Tentukan lokasi insisi yang mempunyai jarak sama dari ujung bawah semua kapsul ( dekat siku ), kira – kira 5 mm dari ujung bawah kapsul. Bila jarak tersebut sama maka insisi dibuat pada tempat insisi waktu pemasngan. Sebelum menentukan lokasi, pastikan tidak ada ujung kapsul yang berada di bawah insisi lama ( Hal ini untuk mencegah terpotongnya kapsul saat melakukan insisi ).

Langkah 2
Pada lokasi yang sudah dipilih, buat insisi melintang yang kecil lebih kurang 4 mm dengan menggunkan skalpel. Jangan membuat insisi yang besar.

Langkah 3
Mulai dengan mencabut kapsul yang mudah diraba dari luar atau yang terdekat tempat insisi.
Langkah 4
Dorong ujung kapsul ke arah insisi denagn jari tangan sampai ujung kapsul tampak pada uka insisi. Saat ujung kapsul tampak pada luka insisi, masukkan klem lengkung ( mosquito dan Crile ) dengan lengkungan jepitan mengarah ke atas, kemudian jepit ujung kapsul dengan klem tersebut.
CATATAN : Bila kapsul sulit digerakkan ke arah insisi, hal ini mungkin karena jaringan ( pembentukan jaringan fibrous ) yang mengelilingi kapsul.

Langkah 4 A
Masukkan klem lengkung melalui luka insisi dengan lengkungan jepitan mengarah ke kulit, teruskan sampai berada di bawah ujung kapsul dekat siku. Buka dan tutup jepitan klem untuk memotong secara tumpul jaringan parut yang mengelilingi ujung kapsul. Ulangi sampai ujung keenam kapsul seluruhnya bebas dari jaringan perut yang mengelilinginya. ( mudah digerakkan ).

Langkah 4B
Dorong ujung kapsul pertama sedekat mungkin pada luka insisi. Sambil menekan ( fiksasi ) kapsul dengan jari telunjuk dan tengah, masukkan lagi klem lengkung ( lengkungan jepitan mengatah ke kulit ), sampai berada dibawah ujung kapsul, jepit kapsul di dekat ujungnya ( 5 sampai 10 mm ) dan secara hati – hati tarik keluar melalui luka insisi.
Langkah 5
Bersihkan dan buka jaringan ikat yang mengelilingi kapsul dengan cara menggosok – gosok pakai kasa steril untuk memaparkan ujung bawah kapsul ( gambar 20-32 ).





Cara lain, bila jaringan ikat tidak bisa dibuka dengan cara menggosok – gosok pakai kasa steril, dapat dengan menggunakan skalpel secara hati – hati. Untuk mencegah terpotongnya kapsul, gunakan sisi yang tidak tajam dari skalpel waktu membersihkan jaringan ikat yang mengelilingi kapsul ( gambar 20-33).




Langkah 6
Jepit kapsul yang sudah terpapar dengan menggunakan klem kedua ( gambar 20 – 34 ). Lepaskan klem pertama dan cabut kapsul secara pelan dan hati – hati dengan klem kedua ( g.20 – 35 ). Kapsul akan mudah dicabut oleh karena jaringan ikat yang mengelilinginya tidak melekat pada karet silikon. Bila kapsul sulit di cabut, pisahkan secara hati – hati sisa jaringan ikat yang melekat pada kapsul dengan menggunakan kasa dan skalpel.

Catatan : setelah kapsul berhasil dicabut, taruh dalam mangkok kecil yang berisi klorin 0,5 % untuk dekontaminasi sebelum dibuang. Di dalam mangkok tersebut, kapsul dapat dengan mudah dihitung untuk memastikan keenam kapsul telah dicabut semuanya. Dengan melihat kapsul dalam mangkok tersebut juga akan dapat mengetahui keadaan kapsul. Kapsul yang utuh akan mengambang sedang kapsul Yng putus akan tenggelam secara pelan – pelan.


Langkah 7
Pilih kapsul berikutnya yang tampak paling mudah dicabut. Gunakan teknik yang sama ( Langkah 4 – 6 ) untuk mencabut kapsul berikutnya.
Ingat : bila memerlukan penambahan obat anestesi, suntikkan dibawah kapsul agar kapsul tetap teraba dari luar.





G. METODE PENCABUTAN ”U ”

Klem yang dipakai mencabut teknik ” U ”, merupakan modifikasi klem yang digunakan untuk vasektomi tanpa pisau dengan diameter ujung klem diperkecil dari 3,5 menjadi 2,2 mm (gambar 20-36).

Untuk menggunakan teknik ini, raba tempat pencabutan secara hati – hati untuk menentukan dan menandai kapsul. Selanjutnya cuci tangan dan pakai sarung tangan steril atau DTT. Usap lengan dengan larutan antiseptik dan suntikkan obat anestesi lokal seperti yang telah diuraikan sebelumnya (persiapan dan tindakan sebelum pencabutan)

Langkah 1
Tentukan lokasi insisi pada kulit di antara kulit di antara kapsul 3 dan 4 lebih kurang 5 mm dari ujung kapsul dekat siku.





Langkah 2
Buat insisi kecil ( 4 mm ) memanjang sejajar di antara sumbu panjang kapsul dengan menggunakan skalpel.
Langkah 3
Masukkan ujung klem pemegang implan Norplant secara hati – hati melalui luka insisi. Dengan teknik ini tidak perlu memisahkan jaringan secara tumpul seperti pada metode standart.
Langkah 4
Fiksasi kapsul yang letaknya paling dekat luka insisi dengan jari telunjuk sejajar panjang kapsul.





Langkah 5
Masukkan klem lebih dalam sampai ujungnya menyentuh kapsul, buka klem dan jepit kapsul dengan sudut yang tepat pada sumbu panjang kapsul lebih kurang 5 mm di atas ujung bawah kapsul. Setelah kapsul terjepit, tarik ke arah insisi ( 1 ) dan balikkan pegangan klem 180º ke arah bahu klien ( 2 ) untuk memaparkan ujung bawah kapsul.
Langkah 6
Bersihkan kapsul dari jaringan ikat yang mengelilinginya dengan menggosok – gosok menggunakan kasa steril untuk memaparkan ujung kapsul sehingga mudah dicabut. Bila tidak bisa denagn kasa, boleh menggunakan skalpel (gambar 20-33).
Langkah 7
Gunakan klem lengkung ( musquito atau Crile ) untuk menjepit kapsul yang sudah terpapar. Lepaskan klem pemegang Norplant dan cabut kapsul dengan pelan – pelan dan hati – hati (gambar 20-35). Taruh kapsul yang telah dicabut dalam mangkok kecil yang berisi klorin 0,5% untuk dekontaminasi sebelum dibuang.
Kapsul akan keluar dengan mudah karena jaringan ikat tidak melekat pada kapsul. Bila kapsul tidak bisa keluar denagn mudah, bersihkan kembali jaringan ikat yang mengelilinginya dengan menggosok – gosok pakai kasa atau sisi yang tidak tajam dari skalpel.

Langkah 8
Pencabutan kapsul berikutnya adalah yang tampak paling mudah dicabut. Gunakan teknik yang sama (langkah 3-7) untuk mencabut kapsul berikutnya.
Ingat : bila memerlukan penambahan obat anestesi, suntikkan di bawah kapsul agar kapsul tetap teraba dari luar.
Sebelum mengakhiri tindakan, hitung untuk memastikan keenam kapsul sudah dicabut. Tunjukkan keenam kapsul tersebut pada klien. Hal ini sangat penting untuk meyakinkan klien.

H. Kapsul yang sulit dicabut
Kadang – kadang satu atau beberapa kapsul sulit dicabut. Sebagai contoh, meskipun jaringna parut telah dipotong secara tumpul, ujung kapsul tidak dapat didorong mendekati luka insisi atau kapsul dipasang terlalu dalam. Bila ini terjadi, teknik ” U ” dapat digunakan untuk mencabut kapsul tersebut. Cara lain, ikuti langkah – langkah di bawah ini untuk mencabut kapsul :
Langkah 1
Raba kedua ujung kapsul dengan jari telunjuk dan jari tengah. Letakkan jari tengah pada ujung kapsul yang dekat bahu dan jari telunjuk pada ujung kapsul yang dekat siku, kemudian dorong kapsul sedekat mungkin ke arah insisi (gambar 20-40).

Langkah 2
Masukkan klem lengkung ke dalam luka insisi sampai ujung jepitan klem berada di bawah kapsul lengan kedua jari tetap menekan ujung – ujung kapsul untuk memfiksasi (gambar 20-40)

Langkah 3
Jepit kapsul dari bawah denagn klem lengkung (gambar 20-41).



Langkah 4
Jangan mencoba untuk menarik kapsul ke luar oleh karena ujung klem yang sekarang masuk ke dalam luka insisi lebih kurang 1 – 2 cm. Lebih baik sambil meneruskan mendorong ujung kapsul ke arah insisi, balikkan flip pegangan klem 180º ke arah bahu klien dan kemudian pegang klem dengan tangan yang berlawanan (gambar 20-42).
Catatan : bila setelah klem dikembalikan, kapsul belum terlihat (langkah 4) putar (twist) klem 180º ke arah sumbu utamanya (gamabr 20-43). Tarik klem hati – hati sehingga ujung kapsul terlihat pada luka insisi dari sisi yang berlawanan dengan klem.






Langkah 5
Bersihkan dan buka jaringan ikat yang mengelilingi kapsul denagn menggosok – gosok pakai kasa steril untuk memaparkan ujung kapsul. Cara lain bila jaringan ikat tidak bisa dibuka denagn menggosok – gosok pakai kasa steril, dapat menggunakan skalpel.
Langkah 6
Setelah jaringan ikat yang mengelilingi kapsul terbuka, gunakan klem kedua untuk menjepit kapsul yang sudah terpapar. Lepaskan klem pertama dan cabut kapsul dengan klem kedua.
Langkah 7
Sisa kapsul lain yang sulit dicabut, dapat dicabut dengan menggunakan teknik yang sama. Bila perlu dapat ditambahkan lagi anestesi lokal untuk mencabut sisa kapsul.

I. METODE PENCABUTAN TEKNIK ” POP OUT ”
Teknik pencabutan ini dapat mengurangi rasa sakit maupun perdarahan dan biasanya luka insisi lebih kecil.
Langkah 1
Raba ujung – jung kapsul di daerah dekat siku untuk memilih salah satu kapsul yang lokasinya terletak di tengah – tengah dan mempunyai jarak yang sama dengan ujung kapsul lainnya. Dorong ujung bagian atas kapsul ( dekat bahu klien ) yang telah dipilih tadi dengan menggunakan jari. Pada saat ujung bagian bawah kapsul ( dekat siku ) tampak jelas di bawah kulit, buat insisi kecil ( 2- 3 mm ) di atas ujung kapsul dengan menggunakan skalpel.
Langkah 2
Lakukan penekanan dengna menggunakan ibu jari dan jari tangan lainnya pada ujung bagian bawah kapsul untuk membuat ujung kapsul tersebut tepat berada di bawah tempat insisi.





Langkah 3
Masukkan ujung tajam skalpel ke dalam luka insisi sampai terasa menyentuh ujung kapsul. Bila perlu, potong jaringan ikat yang mengelilingi ujung kapsul sambil tetap memegang kapsul dengan ibu jari dan jari telunjuk.

Catatan : bila akan menggunakan skalpel untuk memeotong jaringan ikat yang menutupi ujung bawah kapsul, herus hayi – hati jangan sampai kapsul ikut terpotong.

Langkah 4
Tekan jaringan ikat yang sudah terpotong tadi denagn kedua ibu jari sehingga ujung bawah kapsul terpapar keluar.



Langkah 5
Tekan sedikit ujung atas kapsul ( dekat bahu ) sehingga kapsul muncul ( pop out ) pada luka insisi dan dengan mudah dapat dipegang dan dicabut.
Setelah kapsul pertama berhasil dicabut, kapsul berikutnya akan muncul dengan menggunakan teknik yang sama.
Ingat : untuk mengurangi resiko putusnya kapsul, dorong kapsul dengan hati – hat. Gunakan penekanan seringan mungkin untuk memunculkan kapsul. Pada waktu mencabut kapsul yang sudah muncul tersebut juga harus hati – hati.

J. PETUNJUK PENCABUTAN
Kapsul yang Sulit Dicabut
Kadang – kadang kapsul tidak bisa dicabut semuanya pada kunjungan pertama. Jangan paksakan untuk mencabut 1 atau 2 kapsul sisa yang sulit dicabut. Aturan yang umum adalah bila seluruh kapsul tidak bisa dicabut dalam waktu 20 – 30 menit atau klien tampak gelisah maka cara yang terbaik adalah menghentikan tindakan pencabutan. Biasanya kapsul yang tersisa tersebut akan teraba dan dapat dicabut pada kunjungna kedua.
Kapsul yang Putus
Pencabutan akan lebih sulit bila kapsul terputus pada waktu berusaha mengeluarkannya. Sekali kapsul putus, maka ada kemungkinan akan putus lagi setiap kali melakukan jepitan dengan klem. Kadang – kadang diperlukan insisi baru di ujung atas kapsul ( dekat bahu ) pada pencabutan kapsul yang sudah putus sehingga sisa kapsul tersebut dapat dicabut.




K. TINDAKAN SETELAH PENCABUTAN KAPSUL
Menutup Luka insisi
 Bila klien tidak ingin melanjutkan pemakaian implan lagi, bersihkan tempat insisi dan sekitarnya dengan menggunakan kasa berantiseptik. Gunakan klem untuk memegang kedua tepi luka insisi selama 10 – 15 detik untuk mengurangi perdarahan dari luka insisi, kemudian dilanjutkan dengan membalut luka insisi.
 Dekatkan kedua tepi luka insisi kemudian tutup dengan band aid ( plester untuk luka ringan ) atau kasa steril dan plester.

NB : Luka insisi tidak perlu dijahit, karena mungkin dapat menimbulkan jaringan parut. Periksa kemungkinan adanya perdarahan.

L. INSTRUKSI KEPADA KLIEN UNTUK PERAWATAN LUKA DIRUMAH
 Beri tahu klien mungkin akan timbul memar, pembengkakan dan kulit kemerahan pada daerah pencabutan selam beberapa hari, keadaan ini normal.
 Jaga luka insisi tetap kering dan bersih paling sedikit selama 48 jam.
 Bila memakai pembalut tekan jangan dibuka selama 48 jam dan band aid boleh dibuka setelah luka insisi sembuh ( biasanya 3 sampai 5 hari ).
 Klien dapat segera melakukan pekerjaan rutin. Hindari benturan atau tekanan pada tempat insisi dan mengankat beban yang berat.
 Setelah sembuh, luka insisi boleh dicuci dengan tekanan normal.
 Segera kembali ke klinik bila terdapat tanda – tanda infeksi seperti demam, radang ( kemeran dan panas ) pada tempat insisi atau sakit di lengan selama beberpa hari.
 Beritahu klien kapan kembali ke klinik untuk perawatan tindak lanjut, bila diperlukan. Diskusikan apa yang harus dilakukan bila klien mengalami masalah.
 Beritahu klien bahwa jaringan ikat di lengan ( alur bekas tempat kapsul ) mungkin masih tetap terasa dan akan menghilang setelah beberapa bulan kemudian.























DAFTAR PUSTAKA


• Manuaba, Ida Bagus Gde. Prof.dr.DOSG. 1998. Ilmu Kebidanan, Penyakit Kandungan dan KB untuk Pendidikan Bidan, Jakarta : EGC
• DEPKES. RI. 2004. Buku Panduan Praktis Pelayanan Kontrasepsi, Jakarta : YBP-SP.